Tampilkan postingan dengan label Chris Pratt. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Chris Pratt. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 Januari 2023

JURASSIC WORLD : FALLEN KINGDOM (2018) REVIEW : Ekspansi Dunia Yang
Hilang Kemagisannya

JURASSIC WORLD : FALLEN KINGDOM (2018) REVIEW : Ekspansi Dunia Yang Hilang Kemagisannya


Meneruskan kembali sebuah warisan legendaris memang tak semudah itu. Menyandang nama besar tentu akan membuat sebuah film mampu dikenal lebih cepat oleh khalayak luas. Inilah yang terjadi dengan franchise dunia dinosaurus yang awalnya dibangun oleh Steven Spielberg yang berdasarkan novel Michael Crichton, Jurassic Park. Di era sekarang, franchise ternama ini sudah diremajakan dengan nama Jurassic World yang tetap disupervisi oleh Steven Spielberg.

Kesuksesan secara angka dengan mudah diraih oleh Jurassic World yang diarahkan oleh Colin Trevorrow. Sehingga, Universal Pictures dengan mudah memberikan lampu hijau agar franchise ini tak berhenti begitu saja. Tahun ini, Jurassic World kembali hadir dengan sutradara baru yaitu J.A. Bayona dan mengekspansi dunianya dengan film keduanya berjudul Jurassic World : Fallen Kingdom. Meski tak lagi mengarahkan, Colin Trevorrow tetap andil dalam penulisan naskahnya dibantu oleh oleh Derek Connolly.

Kesuksesan seri dari Jurassic World ini tentu saja memerlukan kedua pemain utamanya, Chris Pratt dan juga Bryce Dallas Howard dan keduanya kembali hadir di sekuel tersebut. Kebutuhan Jurassic World : Fallen Kingdom untuk mengekspansi dunianya perlu mendapatkan tambahan karakter lainnya sehingga film ini pun akan semakin ramai. Hanya saja dengan ekspansi dunianya yang semakin besar, tak membuat Jurassic World : Fallen Kingdom tahu caranya yang tepat


Kembali melanjutkan linimasa cerita dari serinya yang pertama, Jurassic World : Fallen Kingdom menceritakan ketika Claire (Bryce Dallas Howard) berusaha untuk menyelamatkan para dinosaurus di Isla Nublar karena kondisi alam yang ada di sana yang tak lagi memadai. Sayangnya, kegiatan tersebut dianggap ilegal oleh pemerintah. Hingga suatu saat, Claire ditawari oleh seseorang utusan dari Benjamin Lockwood (James Cromwell) untuk menyelamatkan mereka.

Tahu akan penawaran ini, Claire pun butuh bantuan banyak orang mulai dari organisasi penyelamat hewan hingga salah satu pegawai Jurassic World. Orang tersebut adalah Owen Grady (Chris Pratt) yang memang memiliki kedekatan dengan salah satu jenis dinosaurus di sana. Di tengah usaha penyelamatan dinosaurus di Isla Nublar, Claire melihat ada penyimpangan tujuan utamanya. Ternyata, ada beberapa oknum yang berusaha untuk mengambil keuntungan dari dinosaurus-dinosaurus tersebut.


Dengan plot cerita demikian, Jurassic World : Fallen Kingdom seharusnya memiliki potensi untuk memberikan ekspansi dunia dengan cara yang menarik. J.A. Bayona terlihat sangat berusaha mengarahkan Jurassic World : Fallen Kingdom sekuat tenaga agar bisa memberikan performa yang kuat. Tetapi, ketidaktepatan Jurassic World : Fallen Kingdom terletak pada lemahnya penulisan naskah oleh Colin Trevorrow dan juga Derek Connolly.

Jurassic World : Fallen Kingdommemiliki performa yang sangat bisa dinikmati di satu jam pertama filmnya. Dalam satu jam tersebut, Jurassic World : Fallen Kingdom tahu untuk memanfaatkan potensi-potensinya. Mulai dari visual efek yang luar biasa, letupan komedi yang sesuai takarannya, hingga bagaimana Jurassic World : Fallen Kingdomdi satu jam pertama pun bisa memaksimalkan kekuatan nostalgia sehingga penonton bisa merasakan kembali pengalaman pergi ke Isla Nublar dengan baik.

Sayangnya, ambisi menggebu-gebu Colin Trevorrow dan Derek Connolly dalam mengekspansi franchise ini tak lagi bisa berada di jalan yang tepat. Banyak sekali plot cerita yang saling tumpang tindih dan ingin sekali untuk diceritakan. Sehingga, perjalanan Jurassic World : Fallen Kingdom tak lagi bisa fokus dengan jalan utamanya. Hal inilah yang malah membuat performa Jurassic World di satu jam berikutnya tak lagi terasa menggiurkan untuk diikuti.


Munculnya karakter-karakter baru di dalam film ini pun tak memiliki urgensi yang kuat untuk hadir menguatkan performa filmnya. Sehingga di durasinya yang mencapai 125 menit, Jurassic World : Fallen Kingdom nampak masih tak efektif untuk menuturkan segala poin ceritanya karena terlalu banyak informasi yang ingin disampaikan. Pun, adanya perpindahan mood cerita yang tak lagi tampak sama dengan apa yang hadir di satu jam pertamanya.

Jurassic World : Fallen Kingdomberusaha untuk memberikan penonton sebuah pengalaman serupa yang hadir di film kedua Jurassic Park, yaitu The Lost World. Serta memiliki tujuan untuk memberikan perubahan untuk menjadi lebih baik. Sayangnya, Jurassic World : Fallen Kingdom pun akhirnya malah jatuh ke dalam kesalahan yang sama seperti dengan The Lost World. Tak memiliki rasa magis yang sama dengan seri pendahulunya meski telah memiliki babak penceritaan baru


Ekspansi dunia Jurassic World : Fallen Kingdom pun tampak tak begitu kentara berkat performanya yang tak lagi prima seperti pendahulunya. J.A. Bayona sudah sangat berusaha menutupi berbagai cabang cerita yang menjadi problematika di film ini agar sedikit lebih baik. Sehingga, di beberapa bagian dari Jurassic World : Fallen Kingdom masih memiliki intensitas ketegangan dan emosional yang pas. Hal ini sudah menjadi ciri khas J.A. Bayona di beberapa film-film yang pernah dia arahkan sebelumnya.

Setidaknya yang tertinggal di Jurassic World : Fallen Kingdom adalah konklusi akhir cerita yang bisa membuat orang bertanya-tanya apa yang akan terjadi di film selanjutnya. Sehingga, Jurassic World : Fallen Kingdom hanya akan menantikan performa box office yang gemilang saja. Karena hanya itulah saja harapan untuk franchise film ini agar mendapatkan lampu hijau untuk melakukan ekspansi di film selanjutnya dan semoga saja bisa jadi lebih baik.

Jumat, 05 Mei 2017

GUARDIANS OF THE GALAXY Vol. 2 (2017) REVIEW : Sekuel Dengan
Kemeriahannya Yang Berbeda

GUARDIANS OF THE GALAXY Vol. 2 (2017) REVIEW : Sekuel Dengan Kemeriahannya Yang Berbeda


Marvel Cinematic Universe fase ketiga sudah berjalan dengan diawali dari Captain America : Civil War di April 2016 lalu. Perjalanan fase ketiga ini memiliki lebih banyak komplikasi dibandingkan dengan beberapa fase sebelumnya. Tibalah di mana fase ketiga ini akan lebih membahas banyak tentang orang-orang yang berada di sekitar Infinity Stone. Mulai dari Doctor Strange, Guardians of The Galaxy Vol. 2, dan Thor : Ragnarok. Semuanya akan berada di titik temu fase ketiga yaitu Avengers : Infinity War yang akan bertarung melawan Thanos.

Di bulan April ini, para mantan penjahat dengan tujuan heroik ini akan menyapa penontonnya di edisi kedua filmnya. Guardians of The Galaxy Vol. 2 tetap diarahkan oleh sutradara film pertamanya yaitu James Gunn dengan naskah yang juga ditulis olehnya. Film pertamanya telah sukses merebut perhatian banyak orang sebagai sebuah film manusia super dengan latar belakang cerita yang cukup unik di jajaran film milik Marvel Cinematic Universe. Kelanjutan filmnya pun tentu dinanti banyak orang karena selain menjadi superhero yang berbeda, tetapi warna cerita di dalam filmnya pun unik dibanding yang lain.

Guardians of The Galaxy Vol. 2hadir dengan performa yang sama menyenangkannya dengan film pertamanya. James Gunn berusaha untuk agar Guardians of The Galaxy Vol. 2 masih memiliki ritme dan tempo yang sama dengan film pertamanya. Hanya saja, sebagai film sekuel tentu James Gunn berusaha memikirkan poin pembeda dari filmnya. Apabila Guardians of The Galaxy edisi pertama konflik yang lebih universal, di film keduanya para mantan penjahat ini lebih terfokus terhadap permasalahan internal yang bisa mendekatkan penontonnya kepada setiap karakternya. 


Kali ini masalah hadir saat para penjaga galaksi ini sedang pergi ke sebuah planet yang menjadi kliennya. Mereka membantu Ayesha (Elizabeth Debicki) dengan imbalan membebaskan saudara perempuan Gamora (Zoe Saldana) yaitu Nebula (Karen Gillan). Tetapi, Rocket Raccoon (Bradley Cooper) mencuri benda penting milik Ayesha sehingga mereka pun menjadi buron dan dikejar oleh anak buahnya. Di tengah pelarian dan membela dirinya, mereka diselamatkan oleh ayah dari Star Lord (Chris Pratt).

Star Lord sudah lama menanyakan perihal ayahnya yang menghilang begitu saja dari kehidupannya yang ternyata adalah seorang dewa bernama Ego (Kurt Russell). Ketika Star Lord memiliki banyak pertanyaan tentang hidupnya, bahaya telah datang dan mengancam Star Lord beserta timnya yaitu Drax (Dave Bautista), Rocket, Groot (Vin Diesel), dan Gamora. Mereka diincar oleh The Ravager, tim yang diketuai oleh Yondu (Michael Rooker), mereka ditugaskan oleh Ayesha untuk menangkap para penjaga galaksi ini. 


Tak mungkin bagi banyak orang untuk tak membandingkan sekuelnya kali ini dengan film pertamanya. Guardians of The Galaxy memang menjadi salah satu fenomena baru di Marvel Cinematic Universe. Filmnya yang pertama ternyata tak disangka akan memunculkan penggemar baru sehingga edisi kedua ini akan sangat dinantikan. Beruntung, James Gunn tetap memiliki cita rasa yang sama dan dijadikan dasar dalam pengarahannya untuk tetap memuaskan para penggemarnya di edisi kedua.

Sebagai sebuah sekuel, James Gunn memang berusaha agar Guardians of The Galaxy Vol. 2 memiliki pembeda dengan film pertamanya. Guardians of The Galaxy Vol. 2 memiliki lingkup cerita yang lebih kecil dibandingkan dengan film pertamanya. Konflik yang ada di dalam Guardians of The Galaxy Vol. 2 lebih menyorot kepada internal setiap karakternya. Alih-alih Guardians of The Galaxy Vol. 2 menjadi sebuah film yang baru, film ini lebih menekankan sebagai sebuah film pelengkap dari seri pertamanya.

Volume kedua bukan berarti tak menjadi sebuah film yang bagus, tetapi kedua film ini memiliki kemeriahannya masing-masing. Dengan konfliknya yang begitu personal, Guardians of The Galaxy Vol. 2 bisa membuat penontonnya untuk lebih dekat kepada setiap karakternya dan bagaimana mereka sebagai sebuah tim. James Gunn berusaha menjelaskan kepada penontonnya bahwa para penjaga galaksi ini bukan sekedar menjadi sebuah tim dengan ketidaksengajaan, tetapi mereka secara tak langusng semakin lama semakin memiliki ikatan emosional dengan para anggotanya. 


Dengan durasi yang mencapai 135 menit, James Gunn memiliki pendalaman karakter yang sangat menarik dan kuat dari setiap karakternya. Dengan begitu, penonton akan bisa mengetahui siapa saja para penjaga galaksi yang mungkin tak begitu ditekankan di film pertamanya. Keputusan untuk menggunakan konflik internal sebagai pion cerita di film keduanya ini tepat guna untuk memberikan pondasi setiap karakternya agar penonton dapat terasa lebih dekat dengan mereka.

Menumbuhkan nilai tentang kekeluargaan menjadi beberapa topik yang sering ada di dalam banyak film akhir-akhir ini. Guardians of The Galaxy Vol. 2 juga mengeksplorasi nilai tentang kekeluargaan itu agar edisi kedua film para penjaga galaksi ini memiliki perbedaan di film pertamanya. Eksplorasi akan sisi humanis yang nantinya akan  berdampak dengan keemosionalan cerita di akhir film. James Gunn berhasil untuk mengeksplorasi itu dan berdampak pada penontonnya. Hanya saja, kembali kepada referensi penontonnya yang mungkin memiliki sensitivitas lain tentang nilai-nilai dan kaitannya dengan sebuah keluarga.

Tentu saja, Guardians of The Galaxy Vol. 2 sudah menghantam penontonnya dengan berbagai spektakel aksi dan visual dari awal hingga akhir. Guardians of The Galaxy Vol. 2 penuh akan visual efek bombastis yang tak hanya sekedar menghibur tetapi juga akan membuat penontonnya berdecak kagum. James Gunn lagi-lagi bisa menghasilkan tensi yang kuat dan bisa membuat penontonnya tak akan memalingkan wajah dari layar. Tentu tak akan ketinggalan bagaimana James Gunn memberikan unsur komedi yang sangat bisa membuat penontonnya menikmati setiap menit dari durasinya. Apalagi dengan iringan lagu-lagu ngetop di era tahun 70 hingga 80an. 


Maka, inilah para penjaga galaksi dari dunia buatan milik Marvel yang telah memiliki babak baru. Guardians of The Galaxy Vol. 2 lebih menjadi sebuah film pelengkap dari edisi pertamanya yang dikemas dengan sangat menyenangkan dengan konflik yang lingkupnya lebih kecil dan lebih personal. Tetapi, James Gunn berhasil menggunakannya sebagai medium untuk memperdalam setiap karakternya dan menjawab setiap pertanyaan yang akan muncul saat menonton film pertamanya. Juga, menyelipkan nilai yang berkaitan dengan keluarga yang muncul sebagai cara memunculkan keemosionalan cerita. Sehingga, Guardians of The Galaxy Vol. 2menjadi sebuah film sekuel yang memiliki pembeda dari film pertamanya. Tak hanya berbeda, tetapi juga meriah dan menyenangkan dengan caranya sendiri.

Minggu, 01 Januari 2017

REVIEW : PASSENGERS

REVIEW : PASSENGERS


“You can't get so hung up on where you'd rather be, that you forget to make the most of where you are.” 

Cenderung sulit untuk tidak tergoda pada Passengers. Betapa tidak, film ini mengapungkan premis menggiurkan – bahkan skripnya sendiri dulunya tergabung dalam barisan skenario paling diharapkan untuk diproduksi di The Black List – mengenai sepasang manusia yang hidupnya terombang-ambing pasca terbangun dari bilik hibernasi jauh lebih awal dalam perjalanan mengarungi jagat raya dan dua pelakon utamanya, Chris Pratt beserta Jennifer Lawrence, merupakan komoditi paling panas saat ini di Hollywood. Dengan ditambah adanya keterlibatan dari Morten Tyldum yang berjasa mengantarkan The Imitation Game ke panggung Oscars di kursi penyutradaraan, Passengers kian berteriak lantang meminta perhatian kita. Mudahnya, Passengers telah memenuhi semua kriteria untuk menjelma sebagai film yang: 1) dipuja-puji oleh para kritikus, dan 2) memuaskan dahaga penonton akan film fiksi ilmiah yang bukan semata-mata mengisi otak tetapi juga hati. Ekspektasi tinggi pun terbentuk diiringi oleh pertanyaan, “apa sih yang mungkin bisa salah dari ini?.” Nyatanya, sekalipun telah membopong bibit-bibit unggul, Passengers tak berhasil tersemai secara sempurna. Hasilnya memang tidak buruk namun menengok siapa-siapa saja yang terlibat, well... ini jelas tak memenuhi pengharapan.

Berlatar waktu jauh ke depan (tidak pernah spesifik disebutkan), para penduduk bumi yang berkantong tebal melakukan perjalanan panjang selama 120 tahun mengarungi luar angkasa menggunakan kapal mewah Avalon guna menjangkau koloni baru yang dikenal sebagai Homestead II. Lebih dari 5000 orang yang kesemuanya tertidur dalam bilik hibernasi sampai empat bulan menjelang pendaratan menumpangi Avalon yang lantas mengalami kegagalan sistem di perjalanan tahun ke-30 usai menabrak sebuah asteroida. Malfungsi menyebabkan salah satu katup bilik hibernasi dari salah satu penumpang terbuka lebih awal. Penumpang yang tertimpa nasib apes tersebut adalah seorang mekanik bernama Jim Preston (Chris Pratt). Mulanya, Jim mencoba bersikap positif dengan menggali-nggali informasi untuk memperbaiki bilik miliknya sembari mencuri-curi kesempatan menikmati fasilitas berkelas premium yang ditawarkan Avalon seorang diri. Tapi saat dia menyadari kerusakan tersebut mustahil dapat diperbaiki dan harus menerima kenyataan bahwa dirinya akan meninggal karena usia tua bahkan sebelum mendarat di Homestead II, frustrasi mulai menyergap. Demi menghilangkan rasa kesepian yang terus menghantui selama setahun sejak dia terbangun, Jim pun nekat membangunkan penumpang lain, Aurora Lane (Jennifer Lawrence), untuk menemaninya. 

Ditinjau dari premis, Passengers sejatinya mempunyai potensi besar untuk terhidang sebagai tontonan yang menggugah emosi. Membayangkan hidup seorang diri di suatu tempat asing tanpa bisa berinteraksi sama sekali dengan manusia lain – satu-satunya teman Jim adalah sebuah bartender android bernama Arthur (Michael Sheen) – ditambah tidak ada jaminan memperoleh pertolongan saja sudah bikin stres bukan kepalang. Morten Tyldum pun mengondisikan situasi serba tidak mengenakkan ini dapat tersalurkan ke penonton di paruh awal sehingga kita dapat memahami betapa depresinya si tokoh utama untuk kemudian terhubung secara personal. Meski seni berperannya kurang bisa disetarakan dengan Tom Hanks (Cast Away), Sam Rockwell (Moon), maupun Matt Damon (The Martian) yang masing-masing pernah memerankan karakter bernasib kurang lebih senada, Chris Pratt tetap tampil mengesankan sebagai Jim. Energi berlimpahnya memudahkan kita untuk menyukai sosoknya, maka begitu dia terjerembab ke lembah depresi, ada simpati tersemat. Berharap dia dapat kembali menikmati kehidupan seperti sedia kala. Momen-momen runtuhnya pertahanan emosi Jim ini menghilangkan kejenakaan yang sempat menghiasi dan menggantikannya dengan cita rasa muram, mencekam, serta depresif. 

Nada pengisahan kembali berubah saat Aurora hadir mengisi kekosongan hari-hari Jim. Mencelupkan plot romansa antara Jim dengan Aurora, nuansa depresif pun terkikis dan perlahan tapi pasti bisa dicecap adanya rasa manis. Chemistry lekat Chris Pratt bersama Jennifer Lawrence berkontribusi atas hadirnya momen-momen romantis yang sekalipun cheesy namun tak bisa disangkal cukup memikat hati. Pun demikian jangan berharap relasi keduanya akan membawamu ke fase mengharu biru karena “penyimpangan” pada laju pengisahan yang sejatinya telah terendus gelagatnya sedari Tyldum membelokkan nada film untuk kali kedua, benar-benar terpampang nyata menjelang klimaks. Laju film tiba-tiba berlari kencang seolah-olah batasan durasi akan terlampaui. Akibatnya, intrik mengusik hati berakarkan sakit hati akibat pengkhianatan dari seseorang yang dipercaya dan dicintai yang seharusnya dapat menjadi gong besar bagi Passengers, berlalu begitu saja. Bahkan, ini lantas diselesaikan dengan gampangnya seperti perkara sepele demi memberi ruang bagi mencuatnya momen eksplosif klise khas film blockbuster yang kemunculannya teramat sangat dipaksakan dan justru menghantarkan film ke ujung yang antiklimaks. Emosi yang telah tertanamkan dengan baik dihempaskan seolah tak memiliki arti. Seandainya Tyldum setia membawa Passengers ke ranah indie dengan lantunan kisah kontemplatif atau menggiringnya ke area romansa tanpa bumbu aksi tak perlu, hasilnya bisa jadi lebih ciamik.

Acceptable (3/5)