Tampilkan postingan dengan label movie explanations. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label movie explanations. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Oktober 2017

Penjelasan Film Blade Runner 2049

Penjelasan Film Blade Runner 2049


Dua puluh empat jam setelah nonton Blade Runner 2049, dan saya masih belum bisa move on. Blade Runner 2049 menawarkan kompleksitas cerita yang sayang banget kalau nggak dibikin artikel khusus sendiri. Walaupun hype Blade Runner 2049 emang lumayan tinggi, tapi saya juga ngrasa film ini ga se-"santai" yang diharapkan penonton awam, hingga mungkin ada beberapa di antara kalian yang kebingungan dan mengharapkan penjelasan lebih rinci. Saya menulis ini berdasarkan satu kali nonton aja, jadi mungkin ada banyak poin yang bisa jadi saya kelewatan dan ga match, jadi please kalau ada yang punya perspektif lain yang lebih benar bisa nulis di comment ya.

(SPOILER ALERTS! Buat yang belom nonton ada baiknya baca review Blade Runner 2049, lalu nonton, trus baru deh kembali ke sini lagi. Dan ngomong-ngomong, artikel ini bakal panjang.... So, be prepare...).

BLADE RUNNER (1982) : THE ORIGINAL



Saya nggak tahu apakah mereka yang belom nonton versi ori-nya bisa langsung paham dengan sekuelnya. Secara garis besar mungkin bisa, tapi saya rasa mereka yang sudah nonton film ori-nya bakal lebih terpuaskan dan nyambung karena Blade Runner 2049 menawarkan extended story and universe dari film ori-nya. 

Blade Runner (1982) bercerita tentang dunia distopia tahun 2019, dimana manusia bisa merancang "manusia buatan" hasil genetic-engineering yang disebut Replicant. Replicant digunakan sebagai budak untuk bekerja di koloni dunia luar (off-world colonies). Di film Blade Runner, para replicant ini dirancang dan diproduksi oleh Tyrell Company. Para replicant ini dilarang untuk kembali ke bumi, dan mereka yang kabur ke bumi akan diburu oleh polisi khusus yang disebut blade runner. Deckard (Harrison Ford), adalah seorang blade runner yang diminta memburu empat replicant berbahaya yang kabur ke bumi dengan pimpinannya Roy Batty (Rutger Hauer) - dan tampaknya hendak mencari Tyrell, yang menciptakan mereka. Dalam misi perburuannya, Deckard bertemu dengan Rachael (Sean Young), seorang replicant terbaru ciptaan Tyrell yang bertindak sebagai asisten Tyrell. Si Rachael ini sangat spesial karena ia ditanami "ingatan" khusus yang membuatnya jadi percaya bahwa dirinya adalah manusia beneran dan "ingatan khusus" ini membuatnya mempunyai sisi emosional yang lebih terkontrol dari versi replicant sebelumnya. Bisa ditebak, Deckard terus terlibat asmara deh dengan si Rachael ini.

Blade Runner sendiri punya banyak versi yang cukup berbeda. Kalau baca interview-nya, Blade Runner 2049 lebih didasarkan pada versi The Final Cut-nya Blade Runner yang dirilis tahun 2002. Salah satu pertanyaan ambigu terbesar bagi para penonton dari film Blade Runner adalah si Deckard ini manusia beneran atau replicant juga? Nah, versi The Final Cut-nya ini lebih menguatkan dugaan kalau Deckard adalah seorang replicant. Ridley Scott memasukkan scene Deckard bermimpi unicorn yang tidak ada di versi sebelumnya, dan di akhir diperlihatkan origami unicorn bikinan Gaff yang besar kemungkinan menunjukkan bahwa Gaff mengetahui jika Deckard adalah seorang replicant yang juga dipasang implant ingatan/mimpi. "Happy ending" di original cut-nya (katanya sih si Deckard dan Rachael berhasil kabur) juga dihapus, membuat ending versi The Final Cut jadi lebih ambigu. Versi The Final Cut berakhir dengan Deckard kabur bersama Rachel dari apartemen Deckard. 

BLADE RUNNER 2049 : THE PLOT 



Blade Runner 2049 berkisah tentang petualangan K (Ryan Gosling), 30 tahun sejak Deckard menghilang. Ada banyak hal yang terjadi selama 30 tahun itu. Salah satunya, perusahaan Tyrell bangkrut dan dibeli oleh Wallace (diperankan Jared Leto). Wallace merancang jenis replicant lain dalam versi yang tidak dimiliki jenis replicant pendahulunya: lebih patuh. Hal ini bisa terlihat dari karakter Luv (Sylvia Hoeks), yang jagoan dan sangat setia pada Wallace (and remember when she said, "I'm the best!" and when Wallace refer her as his best angel?). Selain itu, pada tahun 2020 ada semacam pemberontakan yang dilakukan replicant yang berujung pada peristiwa Black Out, dimana listrik di bumi padam total dan menghapus data-data tentang replicant. Nexus 8, adalah jenis replicant yang harus diburu dan "dipensiunkan" oleh blade runner, dan sisa-sisanya yang hidup berusaha membaur dan bersembunyi di masyarakat (salah satunya adalah tokoh Sapper Morton (Dave Bautista) dan prostitute Mariette (Mackenzie Davis)). Nexus 8 ini jelas lebih canggih dari Nexus 6 yang ada di Blade Runner, mereka tidak punya life-span 4 tahun sebagaimana karakter Roy Batty (Rutger Hauer).  

Di lahan pertanian milik Sapper Morton, K kemudian menemukan tengkorak seorang wanita. Sang wanita diduga meninggal saat melahirkan, dan dari tulangnya yang berkode, diketahui kalau wanita tersebut adalah seorang replicant. Hal ini sangat mustahil karena replicant yang ada selama ini "tidak didesain" untuk punya anak. Letnan Joshi (Robin Wright) menganggap fakta ini bisa mengganggu stabilitas dunia ("The World is built in a wall that separates kind. Tell either side there's no wall... You bought a war.") dan mengutus K untuk menyelidiki kasus ini dan membakar seluruh bukti adanya "prodigy child" replicant. Belakangan, diketahui bahwa sang wanita yang mampu mempunya anak itu adalah Rachael, replicant dari film Blade Runner sebelumnya. Di lain sisi, Wallace (Jared Leto) juga hendak mencari sang anak karena ia sendiri ingin bisa memproduksi replicant yang bisa bereproduksi (ingat adegan si Wallace dengan jahatnya menyayat perut replicant jenis baru yang baru aja diciptakan?). Ia pun menyuruh asistennya Luv untuk membuntuti penyelidikan K.

Penyelidikan yang dilakukan K kemudian mengantarkannya pada sebuah kenyataan yang sulit dipercaya: ia berpikir bahwa dirinya adalah sang anak hasil keajaiban. Hal ini didukung fakta ingatannya tentang boneka kayu berukir tanggal 6-10-21 yang disembunyikannya di sebuah panti asuhan, dan ternyata boneka kayu itu beneran ada. Ia pun berusaha mencari Deckard, yang dianggapnya adalah ayahnya. But uh-oh, di sinilah naskahnya bermain dengan baik: sooner kita mengetahui bahwa K bukanlah sang anak. Anak Rachel dan Deckard adalah seorang perempuan, dan rupanya sang anak adalah Dr. Ana Stelline (Carla Juri) yang selama ini bekerja sebagai subcontractor Wallace yang kerjanya menanamkan ingatan kepada para replicant. K kemudian bertemu Freysa (Hiam Abbas), perempuan bermata satu yang menjadi pemimpin pemberontakan para replicant. Ia diminta untuk mencari Deckard yang diculik Luv/Wallace, dan membunuhnya jika perlu, agar rahasia sang anak replicant tidak diketahui oleh Wallace. Di bagian akhirnya, K berhasil menyelamatkan Deckard dan mempertemukannya dengan Ana. K sendiri akhirnya meninggal akibat lukanya, dalam damai dan artistik di atas salju...

SO, K IS A REGULAR REPLICANT?

Yap. K adalah seorang replicant biasa. Ingatan tentang boneka kayu bertanggal 6-10-21 adalah ingatan yang (entah sengaja atau tidak) ditanamkan oleh Ana pada dirinya. Dan ingatan ini merupakan ingatan asli dari Ana. Anak kecil yang tampaknya seperti anak lelaki dari ingatan K, sebenarnya adalah seorang anak perempuan (that's clever!). 

Maka kisah hidup Ana kehidupan menjadi masuk akal. Ia tinggal sendirian - dimana menurut ceritanya ia terlalu sakit untuk pergi ke off-world colony - terlindungi di kantornya. Tampaknya para replicant lain berusaha melindunginya, dan Deckard membantu mengajari para replicant untuk mengacaukan data demi menyembunyikan identitas Ana. Adalah hal yang ironi, ketika Wallace tidak mengetahui bahwa "sang anak" selama ini justru bekerja untuknya. 

SO, IS DECKARD A REPLICANT TOO?

Ini pertanyaan paling sering ditanyakan yang menghantui benak fans film ori-nya. Sayangnya, jawaban itu tidak didapatkan secara gamblang di film ini. Saya pikir ini sesuai dengan tema filosofi film ini sendiri (tentang siapa itu manusia? dan apakah membedakan seseorang manusia atau bukan adalah perkara penting?). Tapi buat saya pribadi sih, Deckard adalah seorang replicant. Namun entah dia benar replicant atau tidak, hal ini sebenarnya sama sekali bukan sesuatu yang signifikan. Keajaiban itu ada pada diri Ana, bukan Deckard. Tidak penting Deckard replicant atau tidak, yang penting adalah tindakan yang dilakukannya. (Coba baca artikel ini). 

KOK RACHAEL BISA HAMIL?

Jawaban ini juga tidak disampaikan secara eksplisit. Saya kira ini adalah hasil kejeniusan Tyrell yang menciptakan Rachael sebelumnya. Wallace juga menduga-duga sendiri bahwa pertemuan antara Deckard dan Rachael di Blade Runner (1982) memang sengaja dilakukan oleh Tyrell itu sendiri - untuk melihat apa yang bisa terjadi di antara mereka. Sayangnya, Tyrell-nya udah keburu mati duluan dibunuh replicant Roy Batty di Blade Runner. Ana, yang merupakan replicant yang "dilahirkan" alih-alih diciptakan, menjadi sebuah simbol harapan bagi para replicant untuk bisa menyadari bahwa diri mereka itu nyata dan juga manusiawi. Apakah ini menunjukkan replicant lain bisa hamil? Entah. Yang jelas, ada kemungkinan bahwa si Ana mewarisi genetik ibunya untuk juga bisa hamil dan melahirkan. 

THE PHILOSOPHY



Blade Runner sama sekali bukanlah sebuah film sci-fi yang entertaining, tapi kalau kamu mencari film dengan gagasan filosofis yang dalem dan berat dalam sebuah film populer, maka Blade Runner adalah rujukan yang tepat. Konsep filosofis yang saya tangkep dari Blade Runner (1982) maupun Blade Runner 2049 (2017) berkisar pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: siapakah manusia? apakah yang membuat "sesuatu" dikatakan manusia? bagaimanakah menjadi manusia? Apakah jiwa itu?

Dalam film Blade Runner, mata merupakan simbolisme tentang apa itu manusia. Mata adalah jendela jiwa. Melalui mata kita bisa melihat dan membaca emosi, mengetahui apakah seseorang punya "jiwa" atau tidak. Film orinya Blade Runner (1982) dimulai dengan gambar close-up sebuah mata, demikian juga dengan Blade Runner 2049 yang dimulai dengan hal yang sama. Tes-tes yang dilakukan blade runner untuk mengecek apakah seseorang adalah replicant atau bukan juga dibaca melalui matanya. Freysa, sang pemimpin pemberontak replicant mencabut (atau dicabut) matanya. Ironisnya, Wallace - sang kreator para replicant, justru buta. Ini tampaknya menjadi sebuah metafora bahwa Wallace, seorang manusia, justru terlihat sangat tidak manusiawi.   

Dengan menciptakan dunia distopia yang asing dan dingin, Blade Runner secara tidak langsung ingin menunjukkan bahwa manusia asli justru lebih mirip robot yang tidak punya perasaan. Ketika Zhora terbunuh dalam adegan yang dramatis di film ori Blade Runner, orang-orang di sekitarnya sama sekali tidak peduli. And please, manusia-manusia itu memperbudak replicant untuk kepentingan mereka sendiri! Sebaliknya, para replicant di Blade Runner seperti Roy Batty, Pruiss, Rachael, justru mengembangkan emosinya sendiri. Mereka peduli dengan sesama replicant lainnya. Roy bahkan mampu berkontemplasi dan berpuisi ria dalam Tears in Rain monologue-nya yang sangat ikonik. Deckard juga membuat Rachael jatuh cinta, membuktikan bahwa emosi yang terjadi di antara mereka nyata.


Di Blade Runner 2049, ketidakmanusiawian dan kekosongan jiwa pada manusia itu utamanya digambarkan melalui karakter Wallace yang buta, dingin, dan obsesif, serta kantornya yang modern tapi sepi dan sangat "inhuman". Pertanyaan-pertanyaan soal batasan-batasan manusiawi juga dihadirkan melalui sosok Joi, sang makhluk virtual super loveable yang menjadi kekasih K. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah untuk menjadi manusia kita butuh "tubuh"? Salahkah jika kita mencintai makhluk virtual seperti hologram, tapi secara emosi dan penampakan sangat manusiawi dan terasa nyata? Apa sih "nyata" itu? Bagaimana sesuatu dikatakan punya "jiwa"? Tentu ini merupakan gagasan filosofis menarik mengingat bahwa sebagian manusia jaman sekarang terjebak pada relasi virtual.

Salah satu tema lain yang melingkupi Blade Runner adalah Bible-reference-nya. Sayangnya berhubung saya bukan penganut Kristiani, maka saya kurang paham dan tidak bisa bicara soal ini. Tapi saya ingin membahas nuansa relijiusitas dalam film ini: hubungan Creator (God) dan Creation (Human). Dalam film ini sang Creator adalah manusia, dan Creation-nya adalah para replicant. Orang kerap menyamakan Roy Batty di film Blade Runner sebagai Lucifer, the fallen angel yang melakukan pemberontakan terhadap Tuhan. Saat ia menemui Tyrell, ia sedang mempertanyakan keputusan Tuhan-nya - dan bahkan berujung dengan membunuh Penciptanya sendiri. Saya rasa tema besar ini juga yang ingin Ridley Scott sampaikan lewat karakter robot David (Michael Fassbender) di Prometheus dan Alien: Covenant (well, dimana robot yang diciptakan justru jauh lebih kuat, abadi, dan manipulatif dari penciptanya dengan kemampuan "free-will"-nya). Di Blade Runner 2049, saya merasa sosok Wallace mewakili Tuhan. Wallace mengungkapkan gagasan kontroversial: betapa peradaban selalu dibangun dengan mengorbankan manusia. Jika tidak ada manusia yang  mau melakukannya, kenapa kita tidak membuat "manusia buatan"? Ia dingin, jenius, dan terasa tidak manusiawi, hey.. he is God! Bukankah Tuhan seharusnya terlepas dari sifat-sifat manusiawi?

K'S JOURNEY


Sepenting apakah karakter K dalam Blade Runner 2049? Sangat penting! Tidak hanya ia merupakan polisi yang diminta menyelidiki misteri yang terjadi, namun perjalanannya juga mewakili perubahan replicant yang sebelumnya hanyalah "manusia buatan yang selalu patuh pada perintah manusia" menjadi seorang replicant dengan ciri-ciri manusiawi yang berkehendak (have free will)

Awalnya ia tidak ubahnya robot yang diprogram: ia bisa membunuh sesama kaumnya karena itu adalah tugas yang memang telah diciptakan untuknya. He is a blade runner, created to hunt and kill another replicant. Sebagai replicant, ia menjalin hubungan dengan makhluk virtual Joi, karena baginya itu adalah hubungan paling nyata yang bisa dan layak ia dapatkan. Namun semuanya berubah ketika ia mengira dirinya adalah "sang anak ajaib". Dengan percaya bahwa dirinya spesial dan berbeda, K merasa menemukan tujuan dan harapan lain dari hidupnya yang "terprogram". Ia tidak lolos "uji" replicant saat kembali ke kantor dan mampu berbohong kepada bos nya kalau ia sudah membunuh sang anak. Ia membuat pilihan di luar yang telah diperintahkan untuknya. Ia menyadari bahwa emosi yang dirasakannya kepada Joi nyata, that he truly loves her. Semakin lama ia merasa bahwa dirinya "real" - salah satu klimaksnya ada pada adegannya berteriak di kantor Ana sesaat setelah mengira bahwa ia adalah sang anak ajaib - hal yang tidak pernah dilakukan K sebelumnya yang sangat tidak emosional.

Blade Runner 2049 ingin menunjukkan apa yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Yang membuat manusia "hidup" dan sebenar-benarnya manusia adalah karena kita punya free-will, kepercayaan, cinta, harapan, dan tujuan hidup. K adalah bukti bahwa replicant semakin lama bisa "more human than human" setelah dirinya mempercayai bahwa ia spesial. Dalam misi terakhirnya, sebagaimana yang diminta Freysa, ia diminta untuk melakukan pengorbanan (dengan mencari Deckard yang diculik K) sebagai sesuatu paling manusiawi yang bisa ia lakukan

....
Yap. Jadi itulah semua yang bisa saya dapat dari nonton Blade Runner 2049. Saya kira tema-tema "berat" seperti ini tidak akan terlalu disukai oleh banyak orang (dan bukankah kita datang ke bioskop untuk terhibur bukannya pusing mikirin hidup dan berfilsafat ria?). 

Untuk kamu yang mikirnya sama ruwetnya dengan saya, please leave a comment here. Atau jika masih ada pertanyaan bisa tinggalkan comment ya!

Senin, 04 September 2017

It Comes At Night (2017) (4,5/5). Review & Penjelasan.

It Comes At Night (2017) (4,5/5). Review & Penjelasan.


You can't trust anyone but family. 
RottenTomatoes: 88% | IMDb: 6,6/10 | Metascore: 78/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5

Rated: R | Genre: Horror, Mystery


Directed by Trey Edward Shults ; Produced by David Kaplan, Andrea Roa ; Written by Trey Edward Shults ; Starring Joel Edgerton, Christopher Abbott, Carmen Ejogo, Kelvin Harrison Jr., Riley Keough ; Music by Brian McOmber ; Cinematography Drew Daniels ; Edited by Trey Edward Shults, Matthew Hannam ; Production company Animal Kingdom ; Distributed by A24 ; Release date April 29, 2017 (Timberline Lodge), June 9, 2017 (United States) ; Running time 91 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $2.4–$5 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Sebuah keluarga kecil yang terdiri dari sang ayah Paul (Joel Edgerton), ibu Sarah (Carmen Ejogo) dan sang anak remaja Travis (Kelvin Harrison Jr.) mengisolasi diri di sebuah kabin setelah sebuah bencana misterius terjadi.

Review / Resensi 
Nama Trey Edward Shults menjadi perbincangan setelah menggarap film Krisha, sebuah film psychodrama eksperimental tentang seorang wanita mantan pecandu yang berusaha untuk bisa diterima kembali oleh keluarga besarnya. Cerita di belakang layar Krisha juga begitu hebat: film itu dibuat dengan budget cuma 14 ribu dollar, digarap di rumah keluarga sang sutradara, dan hampir seluruh cast-nya, termasuk pemeran utamanya, bukan professional actor. Kesan yang saya dapatkan setelah nonton Krisha adalah film yang sejatinya film drama itu terasa seperti film horror. Maka, saya membayangkan jika sang sutradara membuat film horror beneran, pasti akan jadi film horror yang keren! It Comes at Night menjawab khayalan saya. Ini adalah salah satu film horror terbaik tahun ini!

It Comes at Night dibuka dengan seorang wajah pria tua yang tampaknya sedang sekarat akibat sebuah penyakit misterius. Sang anak, Sarah (Carmen Ejogo), mengenakan masker di wajahnya, mengucapkan salam perpisahan sambil berlinangan air mata sebelum sang suami, Paul (Joel Edgerton), membawa pria tua tersebut ke tengah hutan untuk.... ditembak mati. Setelahnya kita kemudian mengetahui bahwa tampaknya ada sebuah bencana kiamat misterius yang membuat manusia menderita penyakit aneh (luka borok pada tubuh dengan pupil mata menghitam dan membesar), dan keluarga kecil Paul mengisolasi diri mereka di sebuah pondok kayu di dalam hutan untuk bertahan hidup. 

It Comes at Night adalah sebuah post-apocalyptic movie yang punya pendekatan berbeda. Sebuah slow burning thriller movie yang lebih fokus pada dilematika moral dan situasi chaos yang bisa terjadi saat bencana kiamat menimpa manusia. Naluri bertahan hidup adalah salah naluri paling primitif dari manusia, dan Trey Edward Shults berusaha menggali seberapa nekad manusia akan melakukan apapun demi bertahan hidup. Seperti yang menjadi caption dalam trailernya, fears make men become monsters. Tanpa menunjukkan dengan jelas apa itu "it" dan bencana apa yang sebenarnya terjadi, It Comes at Night dengan mahir berusaha mempertontonkan bahwa terror yang paling mengerikan sesungguhnya adalah kecemasan di dalam otak kita sendiri.

Walaupun sayangnya tidak seeksperimental Krisha, It Comes at Night masih memberikan kesan yang sama. Ada kesan klaustrophobia, paranoid, dan situasi cemas nan menegangkan yang bikin stress. It Comes at Night tidak mengandalkan adegan jump scare, scene horror-nya juga biasa, namun tension building-nya itu yang bikin stress selama nonton. Shults memainkan itu semua lewat atmosfer yang kelam, lampu redup dan temaram di dalam pondok kayu yang tertutup rapat, koridor-koridor sepi yang gelap dan menakutkan, hutan misterius yang asing dan bikin merining, situasi krisis nan dramatis tentang siapa yang bisa dipercaya, hingga mimpi-mimpi sureal Travis yang tampaknya menjadi simbolisme dari kecemasan dan paranoid. 

Selain Joel Edgerton, It Comes at Night tidak memasang artis-artis populer, namun seluruh cast-nya bermain dengan cukup baik. Bonding antar karakter juga cukup baik dan realistis, dimana hal ini penting untuk meyakinkan penonton bahwa mereka adalah sebuah keluarga yang solid. Sayangnya durasi film ini cuma satu jam 30 menit, sehingga kita tidak diberikan eksplorasi yang lebih luas untuk mengenal masing-masing karakter. Yang juga menarik adalah bagaimana Shults kembali membawa Brian McOmber yang sebelumnya juga menggarap scoring music Krisha, dan ini menjadikan It Comes at Night sempurna dari segi music dan sound editingnya. Seram. Perfecto!

Overview:
One of my favorite horror movie this year! Trey Edward Shults mengajak kita mengikuti perjalanan mencekam nan menegangkan, dimana terror sesungguhnya dari sebuah bencana adalah prasangka buruk, dilematika moral, kecemasan, dan paranoia. Visualnya cantik, musik-nya keren, cast-nya bermain dengan cukup baik. Penikmat film horror mainstream mungkin akan sedikit kecewa karena narasinya yang terbilang lambat dan ceritanya yang kurang jelas, but it's not problem for me.. 

...
PENJELASAN IT COMES AT NIGHT
(SPOILER)

Sebenarnya ini bukan penjelasan sih, lebih ke arah pemikiran pribadi saya soal film ini. Malah, saya merasa sebenarnya film ini ga perlu penjelasan juga..

Saya merasa film ini menawarkan sesuatu yang saya sebut: the beauty of the unknown. Maksudnya, keindahan dari sesuatu yang tidak diketahui. Jadi, kesengajaan Shults untuk tidak menjelaskan dengan gamblang segala misteri tentang apa yang sesungguhnya terjadi dalam It Comes at Night justru membuat film ini elegan dan.... keren. Saya tahu hal ini terkadang bisa membuat penonton sebal, namun segala misteri "ketidaktahuan" ini memang menjadi dasar cerita dari It Comes at Night yang sejatinya adalah tentang anxiety dan paranoia. Bukankah bahaya akan sesuatu yang tidak kita ketahui justru terasa makin menakutkan? Dan bukankah, realita hidup kita sendiri menawarkan banyak misteri yang tidak bisa dijelaskan? Ada banyak hal dalam hidup ini yang menuntut penjelasan daripada sekedar "rahasia Illahi", namun pada akhirnya kita harus bisa menerima kenyataan bahwa banyak hal yang tampaknya memang tidak akan pernah kita ketahui. Tidak akan pernah.

Karena itulah, It Comes at Night memang tidak berusaha menawarkan penjelasan apapun soal apa itu "It", penyakit mematikan apakah itu, atau bagaimana wabah itu bermula... Shults memang sama sekali tidak berniat untuk menceritakan itu kepada penonton.

Ketika mencari penjelasan soal film ini di internet, saya membaca argumen yang bilang kalau mimpi-mimpi Travis adalah bukti bahwa ia sebenarnya telah tertular penyakit itu sebelumnya lalu menularkan kepada keluarganya dan keluarga Will. Hmmm.. saya rasa ini bukan argumen yang tepat, karena dalam salah satu percakapan disebutkan bahwa tanda-tanda penyakit itu akan muncul dalam 24 jam (itulah kenapa si Paul mengisolir Will saat Will mendobrak masuk rumah mereka). Jadi, argumen ini harus dibantah. Dan bagi saya, mimpi-mimpi seram Travis lebih ke arah simbolisme alam bawah sadar dirinya yang dihantui ketakutan.

Nah, lalu siapa yang membuka pintu merah itu? Apakah si kecil Andrew yang menularkan penyakit itu kepada keluarga mereka? Siapakah yang dikejar anjing Stanley masuk ke hutan? Apa yang sesungguhnya terjadi di bagian klimaks?

Lagi-lagi, inilah misteri yang memang sengaja tidak diungkap oleh Shults. Inilah "the beauty of the unknown". Apa yang sesungguhnya terjadi sebenarnya tidak lagi relevan: karena mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi tidak mengubah kenyataan bahwa mereka semua akhirnya akan mati. Hey, bukankah rahasia kematian adalah salah satu misteri terbesar bagi manusia? 

Minggu, 09 Juli 2017

Inception (2010) (4,5/5) Review & Penjelasan

Inception (2010) (4,5/5) Review & Penjelasan


You mustn't be afraid to dream a little bigger, darling.
RottenTomatoes: 86% | IMDb: 8,8/10 | Metascore: 74/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5

Rated : PG-13 | Genre : Action, Adventure, Sci-fi

Directed by Christopher Nolan ; Produced by Emma Thomas, Christopher Nolan ; Written by Christopher Nolan ; Starring Leonardo DiCaprio, Ken Watanabe, Joseph Gordon-Levitt, Marion Cotillard, Ellen Page, Tom Hardy, Cillian Murphy, Tom Berenger, Michael Caine ; Music by Hans Zimmer ; Cinematography Wally Pfister ; Edited by Lee Smith ; Production companiesLegendary Pictures, Syncopy ; Distributed by Warner Bros. Pictures ; Release date July 16, 2010 ; Running time 148 minutes ; Country United Kingdom, United States ; Language English ; Budget $160 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Dom Cobb (Leonardo DiCaprio) adalah seorang pencuri yang biasa mencuri rahasia melalui dream-sharing technology. Suatu kali ia diminta untuk memasukkan insepsi ide ke seorang CEO pewaris perusahaan. 

Review / Resensi :
Selain The Shawshank Redemption, Inception adalah salah satu film yang paling sering direquest di kolom comment supaya saya ngereview film ini. Saya agak heran karena ini kan film uda lama banget dan siapa sih yang belum nonton Inception? Tapi berhubung saya baik hati dan kurang kerjaan, maka saya pun menuliskan review Inception sambil kasih sedikit penjelasan (versi saya) tentang ending Inception yang bikin banyak orang penasaran. Demi nulis review ini saya sampe nonton ulang Inception. At it's still good to rewatch. Lagipula sambil nungguin Dunkirk yang bakal main akhir bulan Juli ini cukup menyenangkan untuk nonton ulang film Christoper Nolan. 

Boleh dibilang Christoper Nolan adalah nama dari sedikit sutradara yang bisa bikin film yang berkualitas, orisinil, namun juga gampang disukai baik oleh penonton awam maupun pecinta film level lanjut. Range tema film dia juga beragam, dan semua filmnya ga ada yang jelek! Dari yang masih low-budget macam Memento hingga The Dark Knight series, dan tentu saja Interstellar. Err.. tapi saking populernya, mungkin nama Christoper Nolan jadi berasa mainstream dan imej Nolan juga jadi overrated buat sebagian orang. Saya rasa sutradara yang mirip doi adalah Steven Spielberg... bisa bikin film berkualitas sekaligus blockbuster, tapi jarang penonton film level lanjut bakal bilang mereka ngefans Spielberg. Because he is too mainstream!

The best part about Inception is its originality. Mind-blowing. Nggak ada film yang pernah "menjelajahi" mimpi sebagaimana Inception, dan ide "gila" ini adalah hasil pemikiran Christoper Nolan sendiri yang konon menulis naskahnya butuh waktu 10 tahun. Dengan konsep dunia dalam dunia, alias berpetualang di alam mimpi, Inception meringkas segala sesuatu yang perlu kita tahu tentang konsep Inception miliknya hanya dalam durasi 2 jam 28 menit. Sedikit membingungkan bagi sebagian orang (karena ada mimpi di dalam mimpi, lalu mimpi lagi di dalam mimpi, dst..) namun sebenarnya kalau kamu nggak mikir telalu dalem (dan nggak ribet mikir tentang konsep mimpi mereka), Inception adalah film action science-fiction yang mudah untuk dinikmati. Lagipula tho ini bukan film sureal! Tapi tampaknya akan menyenangkan jika ada Inception versi TV series-nya. Worth to shot. 

Lalu apa lagi bagian terbaik lainnya dari InceptionThe cast! Semuanya A-list actor, mulai dari Leonardo DiCaprio, Tom Hardy, Joseph Gordon Levitt, Marion Cotillard, Ken Watanabe, Ellen Page, hingga Michael Caine yang nongol cuma 3 menit dan nggak penting-penting banget. Leonardo DiCaprio kebagian peran utama, yang diberikan layer emosi lebih dalam mengingat kisah personalnya menjadi bagian penting dari inti cerita. Setelah Shutter Island yang dirilis di tahun yang berdekatan, lagi-lagi ia berperan sebagai suami yang nasibnya apes ditinggal istri.

Bagian terbaik lainnya dari Inception adalah the visual effect. Dengan sinematografi cantik yang memiliki atmosfer yang serupa dengan The Dark Knight series (dan emang sinematografernya sama), menyenangkan melihat Inception bisa "melengkungkan dunia" sedemikian rupa. Tambah menyenangkan ketika tahu bahwa hampir sebagian besar efek yang ada dalam Inception mengandalkan practical effect, salah satunya adegan saat Arthur (Joseph Gordon-Levitt) berlaga di "lorong muter-muter" yang sangat ikonik itu. And I like the overall design concept of Inception yang berkesan sleek dan modern. Oh dan jangan lupakan juga sound effect dan scoring music dari Hans Zimmer yang membuat Inception makin menawan untuk dinikmati.

Lalu, mari kita bicarakan tentang ending Inception yang lumayan hangat diperbincangkan oleh banyak orang....

Waktu awal nonton tahun 2010, saya tidak merasa bahwa ending Inception yang ambigu itu menjadi sesuatu yang penting. For me that's not the main point of the movie. Sebagaimana kalimat bahasa Cina yang diucapkan Louise (Amy Adams) atau minta bantuan apa para alien itu ke umat manusia di film Arrival - saya tidak merasa itu poin utama film Arrival. Makanya saya heran kok banyak banget yang nanya soal itu di kolom comment review dan penjelasan saya tentang film Arrival, sebagaimana saya heran kenapa banyak orang bertanya apakah Cobb sebenarnya masih mimpi atau tidak di akhir film Inception. Saya nggak mikir itu penting. Haha. 

Lalu saya nonton lagi untuk kedua kalinya, dan saya juga masih merasa itu bukan poin utama film Inception. Malah, menurut saya it's pretty obvious kalo Cobb udah ga mimpi lagi (bangun di pesawat, anak-anaknya noleh dan nyamperin Cobb). Kalaupun gasing yang masih berputar lalu mendadak dicut dengan black screen dilanjutkan dengan credit title, saya mikirnya gasingnya emang belom jatuh aja! Lol. Bagi saya itu cuma cara Christoper Nolan mengakhiri filmnya dengan sedikit elegan.

Jadi, saya ga bakal membicarakan teori-teori dugaan mbuletisasi yang dibuat oleh fans Inception. Haha.

Dan akhirnya, berdasarkan wawancara tahun 2015 Christoper Nolan pun buka suara soal ending Inception yang ambigu itu, sebagaimana saya kutip berikut ini:
“The way the end of that film worked, Leonardo DiCaprio’s character, Cobb – he was off with his kids, he was in his own subjective reality,” said Nolan. “He didn’t really care any more, and that makes a statement: perhaps, all levels of reality are valid.”  The Guardian.  
Jadi Cobb yang memilih untuk langsung nyamperin anak-anaknya instead of melihat si gasing berhenti berputar atau tidak adalah Cobb yang memilih "reality" yang ia mau. Ia tidak lagi terobsesi dengan mana mimpi mana bukan, yang penting finally he can hug his own kids. Sudah ga penting mana yang nyata mana yang tidak, yang penting kita happy. 

Yang menarik juga dari segi filosofis adalah Inception membuatmu berpikir ulang mengenai konsep soal mana yang nyata mana yang tidak. Inception adalah another version of Wachowsi's The Matrix. Siapa yang bisa membuktikan bahwa sebenarnya kita tidak sedang bermimpi atau kita tidak sedang berada dalam dunia program ala the Matrix? Like Nolan said, mungkin setiap level realita adalah valid. Bum! Lumayan kan dapet pelajaran filsafat ala Descartes dari film science-fiction?

Overview:
Obviously salah satu film terbaik tahun 2010, dan film sci-fi terbaik dekade ini. Dua puluh tahun lagi saya jamin Inception akan menjadi salah satu film klasik dari tahun 2010-an yang wajib ditonton oleh semua orang. Ceritanya sendiri sudah mind-blowing dan berhasil membuatmu mempertanyakan realita, didukung oleh A-list actor dan dukungan visual effect, visual design, sinematografi, dan sound effect yang pretty impressive. Setelah The Dark Knight, menurut saya Inception adalah film terbaik Christoper Nolan.

Kamis, 06 Juli 2017

Personal Shopper (2016) (4/5) : Review & Penjelasan

Personal Shopper (2016) (4/5) : Review & Penjelasan

So we made this oath... Whoever died first would send the other a sign.
RottenTomatoes: 81% | IMDb: 6,2/10 | Metacritic: 77/100 | NikenBicaraFilm: 4/5

Rated:
Genre: Mystery & Suspense, Drama, Thriller

Directed by Olivier Assayas ; Produced by Charles Gillibert ; Written by Olivier Assayas ; Starring Kristen Stewart, Lars Eidinger, Sigrid Bouaziz, Anders Danielsen Lie, Ty Olwin, Hammou Graia, Nora von Waldstatten, Benjamin Biolay, Audrey Bonnet, Pascal Rambert ; Cinematography Yorick Le Saux ; Edited by Marion Monnier ; Production company CG Cinéma, Vortex Sutra, Detailfilm, Sirena Film, Arte France, Cinéma Arte, Deutschland/WDR ; Distributed by Les Films du Losange ; Release date 17 May 2016 (Cannes), 14 December 2016 (France) ; Running time 110 minutes ; Country France ; Language English ; Budget $1 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Ketika saudara kembarnya meninggal, Maureen Cartwright (Kristen Stewart) menolak untuk meninggalkan Paris sebelum ia mendapat kontak dari saudara kembarnya yang sudah meninggal tersebut. Masalah bertambah ketika Maureen yang bekerja sebagai seorang personal shopper mulai mendapatkan pesan teks misterius. 

Review / Resensi :
Sebelum dimulai, perlu saya jelaskan reaksi awal saya ketika film Personal Shopper ini berakhir: bengong. Ini adalah tipikal film yang buat saya bingung dan nggak paham. Nggak paham karena nggak jelas. Absurd dan serba ambigu. Begitu film selesai, saya langsung hunting explanation tentang kenapa film ini dianggap bagus oleh sebagian besar kritikus. Untungnya kemudian saya menemukan penjelasan itu di situs Vulture dan blog lokal My Dirt Sheet yang seketika memberikan pencerahan bagi kapasitas otak saya yang terbatas ini. Oh, so this is a good movie!

Walaupun sempat di-boo-in pas screening di Cannes tahun 2016, setelahnya Personal Shopper memperoleh tanggapan positif dari para kritikus. Sang sutradara, Olivier Assayas bahkan akhirnya meraih Best Director di Cannes tahun lalu. Personal Shopper juga dielu-elukan oleh Indiewire berulang kali hingga bikin saya makin penasaran. Ketertarikan saya makin bertambah saat membaca premisnya (yang agak mirip film Indonesia Titik Hitam yang dibintangi Winky Wiryawan), tentang seorang perempuan yang berusaha mencari pertanda kemunculan roh saudara kembarnya yang sudah meninggal. Oh, wow... ini tentu film horror yang sangat menarik.

Tapi saya pun bingung ketika alur film Personal Shopper perlahan menjauhi premis sekilas yang tampaknya seperti film horror itu. Awalnya memang dimulai dengan sentuhan horror khas rumah kosong yang bikin merinding, namun Personal Shopper kemudian mulai bergerak ke ranah psychological thriller ala Hitchcock dengan sentuhan sensual (Kristen Stewart topless 2 kali di film ini). Nuansa thriller ini dimulai dari sebuah pesan teks misterius yang seolah-olah membuntuti sang tokoh utama Maureen kemana-mana yang kemudian berujung klimaks pada terbunuhnya seseorang. Personal Shopper lalu juga bermain ke arah drama ketika kita diajak mengenali sisi psikologis Maureen lebih dalam: krisis identitas, loneliness, dan bagaimana ia mengatasi rasa dukanya kehilangan saudaranya. 

Lho, jadi ini film horror, thriller atau drama?

Film ini adalah ketiganya! Saya jadi teringat film Spring, yang menggabungkan genre body-horror dengan romantis - sebuah perpaduan genre yang aneh dan rawan nggak nyambung. Demikian juga dengan Personal Shopper yang tampaknya menjadikan batas genre tersebut itu abu-abu dan ambigu. Seiring dengan alur cerita filmnya, Oliver Assayas dengan cerdas mampu "mengaburkan" batas dan membaurkan nuansa tone pada tiap masing-masing genre. Ia bagaikan memadukan yang realis dengan yang mistis. 

*spoiler* Ada tiga scene yang menunjukkan bagaimana Assayas berusaha mencampurkan kesan realis dan mistis. Satu, pada adegan klimaksnya: ketika Maureen menemukan bossnya Kyra terbunuh. Ini adalah sebuah thriller, namun kemudian lampu apartemen tempat Kyra terbunuh padam-padam sendiri seperti menampakkan tanda-tanda hantu. Kedua, pada bagian ketika Maureen menemui pengirim pesan misteriusnya di sebuah hotel yang kemudian oleh Assayas di-cut tanpa sebuah penjelasan, namun menampilkan lift dan pintu hotel yang membuka sendiri dan mengesankan ada hantu di dalamnya. Ketiga, ketika kamu berpikir bahwa segala keanehan yang terjadi di hidup Maureen sebenarnya cuma campur tangan orang biasa, kamu akan teringat adegan ala Ghostbuster di bagian awal film dan juga gelas melayang pada bagian akhir film. Jadi film ini beneran film yang ada hantunya. *spoiler ends*

Personal Shopper bukanlah sebuah film dengan kepingan puzzle yang harus disusun lantas sebuah twist pada akhirnya akan membuat susunan puzzle tersebut jadi utuh dan masuk akal Endingnya malah justru puncak ambiguitas itu. Maureen adalah perantara antara dunia material dan non-material, dan ini membuat kita sebagai penonton ikutan rancu dengan segala hal yang terjadi pada kehidupan Maureen. Apakah ini semua hanya khayalan Maureen? Apakah benar sang "hantu" adalah saudara kembar Maureen? Semuanya tidak jelas. Setidak jelas dunia metafisik itu sendiri. Dan semua ini merupakan bagian dari proses duka Maureen karena kehilangan saudara kembarnya. 

Kristen Stewart mendapat pujian dari para kritikus berkat aktingnya di sini. Aktingnya memang oke sih, tapi berhubung saya sudah ilfil sama doi karena perannya sebagai Bella di Twilight, jadi saya ga bisa menilai doi secara subyektif. Haha. (Anyway pilihan karir Kristen Stewart untuk lebih milih peran di film-film indie adalah langkah yang baik). Sejujurnya, perannya juga nggak jauh dari peran-perannya sebelumnya: sebagai gadis grunge yang masam. Saya mungkin akan menilai ia lebih baik lagi jika ia mengambil peran yang jauh lebih optimis dan berbeda dari karakter-karakternya sebelumnya. But, style dia oke banget di sini...


Overview :
Kritikus mungkin akan memuji Personal Shopper karena sisi orisinilnya, namun penonton awam akan melihat Personal Shopper sebagai sebuah film absurd yang membosankan dan membingungkan. Olivier Assayas berhasil menjadikan Personal Shopper sebagai perpaduan antara genre thriller, horror, dan drama yang dicampurkan dalam batas-batas yang ambigu. Kristen Stewart bermain aman dengan peran-peran depresi yang tampaknya memang sesuai dengan karakternya, namun ia mampu memaksimalkannya dan menjadikan Maureen sebagai salah satu akting terbaik dalam perjalanan karirnya. 


Selasa, 28 Maret 2017

Penjelasan Film Nocturnal Animals (2016)

Penjelasan Film Nocturnal Animals (2016)

Udah kayak kitab suci aja kadang sebuah film sarat simbolisme sehingga penonton harus berusaha menafsirkannya. Film yang disutradarai fashion designer, Tom Ford, Nocturnal Animals adalah salah satunya. Film ini sendiri sebenarnya merupakan adaptasi dari novel Austin Wright berjudul Tony & Susan. Biarpun dapet review yang tidak selalu positif, I still think Nocturnal Animals is one of the best movie last year. This movie is so intense, the cast is amazing, and its visual is so stunning and beautiful. Review filmnya sendiri sudah pernah saya tulis beberapa hari lalu. Bisa dibaca disini. 

Walaupun Tom Ford memasukkan beberapa elemen-elemen yang merupakan simbolisme dan metafora dalam karyanya ini, Nocturnal Animals sebenarnya film yang mudah dicerna (jauh lebih rumit Mulholland Drive yang bikin pusing itu!). Yang bikin penonton agak bingung mungkin endingnya yang akan membuat beberapa orang mikir, "Hah? Gitu doank? Maksudnya apa?" (ini soalnya saya mikir gitu sih. Bengong ketika tiba-tiba film berakhir dan credit pun mulai bergulir, and then i was like "What the f-? That's all?"). Jadi, di sini saya akan mencoba memberi interpretasi versi saya soal film ini. So, this article contains major spoilers.

The Plot


Untuk memahami Nocturnal Animals, kita perlu mengkaji ulang (*duh bahasanya kayak tugas akhir*) bahwa film Nocturnal Animals mempunyai 3 plot sebagai berikut :

1. THE REAL WORLD : kehidupan Susan (Amy Adams) di kehidupan nyata. Ia pemilik art gallery, tidak bahagia dengan kehidupan pernikahannya (suaminya ganteng dan sukses tapi selingkuh), dan karir dirinya pun menurun. Intinya, she's miserable. Ia kemudian mendapatkan draft novel dari mantan suami pertamanya, Edward (Jake Gyllenhaal). 

2. THE NOVEL : Novel yang ditulis Edward menceritakan Tony (Jake Gyllenhaal) bersama istrinya (Isla Fisher) dan anak perempuannya mengendarai mobil malam-malam di tengah jalanan antah berantah ketika tiba-tiba mobilnya dicegat tiga orang berandalan jahat, Ray (Aaron Taylor-Johnson), Lou dan Turk. Ketiganya kemudian menculik istri dan anak perempuan Tony, memperkosa dan membunuhnya, dan meninggalkan Tony di tengah gurun. Dibantu seorang polisi Bobby Andes (Michael Shannon), Tony berusaha melacak Ray dan teman-temannya. Pada akhirnya Tony membunuh Ray namun ia sendiri meninggal karena kecelakaan dari pistolnya sendiri. 

3. THE FLASHBACK : Sambil membaca novelnya, Susan kembali mengingat masa lalunya dengan sang mantan suami, Edward. Bagaimana mereka berjumpa, jatuh cinta, bagaimana ibu Susan tidak menyetujui hubungannya dengan Edward, bagaimana Susan dan Edward bertengkar, bagaimana Susan memutuskan berpisah dan menjalin affair dengan pria lain dan akhirnya mengaborsi anaknya dengan Edward.

Apa Relevansi Novel Dengan Kisah Hidup Susan/Edward?

Apa yang saya suka dari Nocturnal Animals adalah karena film ini berhasil menggabungkan 2 hal: genre suspense dan drama percintaan. Sekilas memang novel Edward yang bernuansa noir-crime ini tidak berhubungan apa-apa dengan plot utamanya: kisah percintaan Edward dan Susan. Namun, sebenarnya novel ini ditulis karena Edward terinspirasi oleh Susan dan merupakan simbolisme dari kisah percintaan mereka yang berakhir brutal. 

Ingat dialog ini ketika Susan dan Edward masih bersama dan mereka bertengkar?
Susan : "I think you should write about something other than yourself,"
Edward: "Nobody writes about anything but themselves,"
So at this point, clearly this novel is an expression of Edward's lost and grief. 

Lalu Bagaimanakah Hubungannya?


Jadi kita sudah bisa sepakat bahwa novel thriller-intense yang seru itu merupakan simbolisme dari gagalnya hubungan Susan dan Edward. Tokoh-tokoh dalam novel tersebut merupakan fiksi (nama Edward menjadi Tony), namun Susan yang membaca dan menghayati ceritanya memasukkan unsur kehidupan personalnya kepada jalan cerita novelnya. Jalan cerita dalam novel dan kehidupan nyata juga memiliki keterkaitan yang dieksekusi dengan manis oleh Tom Ford
  1. Susan membayangkan karakter Tony Hastings adalah Edward (sama-sama diperankan oleh Jake Gyllenhaal), sedangkan istri Tony, Laura, diperankan oleh Isla Fisher (yang suka disangka mirip dengan Amy Adams. Good cast!). Nama keluarga mereka adalah Hastings, nama kota asal Susan dan Edward. Laura memiliki rambut warna merah, sama dengan warna rambut Susan. 
  2. Tokoh-tokoh lain dalam novel Edward merupakan simbolisme tertentu. Ray Marcus (Aaron Taylor-Johnson) yang merupakan pembunuh dan pemerkosa merupakan simbol dari Susan yang realis dan meninggalkan Edward karena affair dengan pria lain dan mengaborsi anaknya dengan Edward. Bobby Andes (Michael Shannon) yang membantu Tony adalah alter ego dari karakter Edward sendiri.
  3. Perhatikan ada beberapa elemen properti kecil yang menunjukkan keterkaitan antara cerita dalam novel dengan kisah hubungan mereka. Sofa merah yang diduduki Susan saat adegan bertengkar dengan Edward sama dengan sofa merah tempat ditemukannya jenazah Laura dan anak perempuannya. Perhatikan juga mobil hijau pada adegan Susan dan Edward berpisah, sama dengan mobil yang digunakan Ray Marcus.
  4. Bisa dikatakan novel thriller itu merupakan perwujudan emosi dan rasa sakit hati Edward karena ditinggal oleh Susan. Jadi kita bisa memaknai sebagai berikut : kematian istri dan anak perempuan Tony merupakan simbolisme bagaimana Edward harus kehilangan Susan yang ia cintai dan anak mereka yang diaborsi. Ray, merupakan simbol dari Susan yang "jahat" dan meninggalkan Edward. 
  5. Fiksi merupakan sebuah "pelarian". Dalam hal ini Edward saya maknai melarikan rasa sakit hati dan balas dendamnya dengan menuliskan novel Nocturnal Animals ini. Sedikit cerita pribadi; I remember when I broke up with my ex, then I made up a story in my mind to create such a revenge pleasure. Tapi ya begitulah... balas dendam ini ga mungkin donk saya wujudkan di dunia nyata. Di kehidupan nyata palingan saya cuma bisa nangis lalu move on. Namun saya bisa melampiaskan "balas dendam" saya dalam karya fiksi and people will okay with it. Inilah yang saya maksud: Edward melampiaskan rasa marahnya dalam bentuk pembalasan dendam melalui cerita - atau seni - yang ia buat. He is a creative person, tho. 

The Ending


Ending Nocturnal Animals menceritakan Susan yang menemui Edward di restoran, namun Edward tidak kunjung datang. Lalu the end. Deng.

So, what the hell is that supposed to mean?

Saya menginterpretasinya sebagai berikut. Susan di kehidupan saat ini tidak bahagia dengan pilihan hidupnya : suaminya berselingkuh, anaknya entah dimana, karirnya meredup, dan ia kekurangan tidur. Namun lantas ia membaca novel Edward, which is a good novel, dan ini membuat Susan kembali bernostalgia mengingat masa lalunya dengan Edward. Ia teringat pertemuan mereka yang manis di New York, teringat bayangan ketika mereka masih bersama, hingga bagaimana perasaan bersalahnya karena telah menyakiti mantan suaminya itu. Novel Edward mampu membawa Susan menghayati kisahnya, dan pada akhirnya ia merasa bersimpati dengan karakter Tony  - yang menurut perspektifnya mewakili sosok Edward. Selesai membaca novel, Susan mengenang kembali perasaannya kepada sang mantan suami, menyesali bahwa ia telah menyakiti Edward, dan memiliki secercah harapan bahwa Edward masih mencintainya. Edward tidak pernah menikah lagi, dan toh novel itu didedikasikan untuknya bukan? 

Sebelum bertemu dengan Edward, ditampilkan scene ketika Susan bercermin mengenakan pakaian hijau yang seksi. Ia melepas cincin pernikahannya, yang artinya ia berharap pertemuannya dengan Edward akan menjadi pertemuan yang romantis. Ia juga menghapus lipstik bold color-nya, yang bagi saya ini merupakan gestur bahwa Susan ingin melepaskan topeng "kesempurnaannya". Baginya, Edward adalah pria yang bisa menerima dirinya apa adanya, menerima ketidaksempurnaannya. Well, as a woman, to not wearing a make up in front of a guy means that we feel comfortable around him. It's like sharing our insecurities, and knowing that the guy still loves you... is such a greatest feeling in the world. Jadi, Susan menemui Edward dengan penuh harapan di tengah kehidupannya yang amburadul. 

But then Edward didn't show up. So it means.... Edward doesn't care anymore about Susan. Edward begitu hancur ketika ditinggal Susan, namun ia mengekspresikan rasa sakit dan kesedihannya dalam bentuk novel (seni). Ia telah jadi penulis novel yang sukses. He finally had a closure for their relationship. Ending novel yang menggambarkan kematian Tony boleh jadi merupakan simbolisme Edward yang sudah move on, melanjutkan hidup, dan melupakan sang mantan istri. Sedangkan Susan sebaliknya, tidak bahagia dengan kehidupan yang ia jalani saat ini. Dan di saat Susan merasa memiliki sepercik spark atau harapan, yaitu Edward - well Edward justru jadi orang yang menghancurkan satu-satunya harapan Susan. So in the end, it's a sweet revenge from Edward. Karma for Susan. 

Good job, Edward!

Senin, 09 Januari 2017

Penjelasan Ending Arrival (2016)

Penjelasan Ending Arrival (2016)

Well, berhubung banyak yang ramai comment tentang ending Arrival sebelumnya di review saya mengenai film ini, maka saya putuskan untuk bikin penjelasan ending Arrival (moga-moga saya nggak salah). Sebenarnya penjelasan ending Arrival sudah banyak beredar di internet, tapi rata-rata ditulis dalam bahasa Inggris. Jadi, berhubung saya juga jatuh cinta (pakai banget) dengan film ini, saya putuskan untuk kasih sedikit penjelasan mengenai ending film ini.

Satu hal yang pasti, Arrival membuktikan bahwa Dennis Villeneuve sangat mahir bermain puzzle because this movie is so fuckin brilliant! Arrival memang cukup bikin mikir karena ceritanya sendiri agak filosofis. Tapi bagi saya sendiri Arrival ini (untungnya) bukan film yang ambigu dan multi-interpretasi, sehingga kurang lebih Arrival tidak membutuhkan "perdebatan" panjang yang bikin orang-orang frustasi bertanya: "Tafsir yang benar yang mana nih?" (Dan kemudian seringnya sang sutradara dan penulis naskah tidak mau bikin penjelasan, membuat penonton mati penasaran).

OKAY, PERTANYAAN PERTAMA: APAKAH ALIEN HEPTAPOD ITU JAHAT?


Jawaban singkatnya: nggak. 

Kunjungan alien dengan pesawat luar angkasanya itu memang tampak misterius dan mencurigakan. Dennis Villeneuve dan timnya sukses membuat suasana claustrophobic yang unfamiliar dan tidak nyaman, membuat kita rancu apa maksud kedatangan alien itu: baik atau jahat. Jika para alien itu jahat, kenapa mereka tidak melakukan apa-apa? Apakah mereka alien "scientist" yang hendak melakukan penelitian di bumi? Jika iya, kenapa mereka tidak melakukan apa-apa? Are they just a tourist?

Intinya: mereka tidak jahat. Tapi manusia sudah curiga duluan. Apalagi terdapat kendala bahasa dalam berkomunikasi dengan mereka (it seems so fuckin logic. Ga masuk akal banget kalau ada alien yang tiba-tiba bisa bahasa Inggris). Kecurigaan dan kendala komunikasi ini yang menyebabkan pemerintahan seluruh dunia berdebat. US masih ragu-ragu, sedangkan Tiongkok (diikuti Rusia, Sudan) curiga bahwa alien itu jahat atau bahwa alien itu hendak mengadu domba. Beberapa tentara US yang curiga bahkan memberontak dengan mengebom pesawat luar angkasa tersebut yang akhirnya membuat si Abbot sekarat (cmiiw). 

LALU, APA MAKSUD KEDATANGAN PARA ALIEN ITU?



Penjelasan ini didapatkan ketika Louise (Amy Adams) masuk sendirian ke pesawat alien, dimana ia masuk ke dunia semacam "astral" para Alien sehingga bisa berbicara dengan bahasa mereka. Jadi, para alien ini membutuhkan bantuan bumi dan manusia pada 3000 tahun lagi. Untuk bisa membantu para alien itu, manusia harus bisa mempelajari bahasa para alien heptapod ini. Kedatangan para alien saat itu bertujuan untuk memberikan "gift"/ hadiah - yang sebelumnya diterjemahkan sebagai "weapon". Apakah weapon/senjata itu? Waktu.

Bantuan apa yang diinginkan oleh para alien itu? Arrival tidak menjelaskannya. Dan emang bukan itu poin film ini. 

KENAPA ADA 12 KAPAL LUAR ANGKASA?


Yang diinginkan oleh para alien itu adalah manusia di seluruh dunia bekerja sama. Maka mereka memberikan petunjuk berupa 12 potongan. Tapi banyak orang sudah curiga duluan dengan niat para alien itu (disimbolkan melalui karakter General Zhang). Hanya Louise-ah yang berpikir positif sehingga hanya ia yang mampu menerima petunjuk dari para alien tersebut. 

BAHASA DAN FILOSOFI WAKTU


Nah, ini yang agak ribet menjelaskannya. 

Perlu kita ketahui dulu bahwa para alien heptapod itu berkomunikasi dengan bahasa yang sangat berbeda dengan manusia. Bahkan, persepsi mereka akan waktu itu sangat jauh berbeda.

Manusia mempelajari bahasa dan mempersepsikan waktu sebagai sesuatu yang linier berjalan maju. Ketika kita menulis kalimat sebagai sebuah alat komunikasi, kita menulis dari kiri ke kanan (atau kanan ke kiri), demikian manusia mempersepsikan waktu sebagai sesuatu yang bergerak maju. 

Para alien ini jauh berbeda, Tulisan mereka berbentuk melingkar/sirkular (dibentuk oleh semacam tinta cumi-cumi). Tulisan mereka berbentuk simbol, dimana satu simbol itu mengungkapkan sebuah makna secara langsung. Konsep ini juga menyerupai persepsi mereka mengenai waktu, bahwa waktu bagi mereka tidak linier - namun sirkular. Tidak ada awal tidak ada akhir. Inilah yang membuat mereka bisa "menguasai" waktu, waktu bagi mereka melompat-lompat, entah bergerak maju atau bergerak mundur. Serupa dengan paliandrom dalam nama "Hannah", anak perempuan Louise. Dibaca dari depan atau dari belakang sama saja. 

Supaya manusia bisa "menguasai" waktu sebagaimana para alien heptapod itu, manusia harus mempelajari dulu bahasa mereka. Itulah tujuan kedatangan para alien itu. Dalam suatu adegan, Ian Donnelly (Jeremy Renner) mengungkapkan mengenai Sapir-Whorf hypotesis, dimana menurut penelitian tersebut kemampuan berpikir manusia dipengaruhi oleh bahasa. Jika kita berpikir dengan bahasa yang berbeda dari bahasa kita sehari-hari, maka kemampuan berpikir kita akan berbeda dari biasanya. This is what happened with Louise. Masih ingat kan ketika Ian Donelly bilang ke Louise, "Are you dreaming in their language?". Ketika Louise menenggelamkan dirinya pada bahasa sang alien, ia mulai berpikir seperti alien - dimana persepsinya mengenai waktu pun berubah. Ia mulai melihat adegan antara dirinya dengan anak perempuannya (termasuk halusinasinya ketemu heptapod pada suatu adegan). Adegan klimaksnya adalah ketika ia bertemu General Zhang, saat ia mengetahui nomor pribadi sang jenderal dan kata-kata terakhir mendiang istri sang jendral (in war, there are no winner. Only widows). Berkat Louise, Tiongkok tidak lagi berniat menghancurkan kapal luar angkasa itu.

 KEHIDUPAN LOUISE, HANNAH, DAN IAN


Maka inilah twist-nya yang dieksekusi dengan manis dan jenius oleh Dennis Villeneuve.

Potongan cerita di bagian awal Louise, yang sukses bikin saya nangis di 5 menit pertama, rupanya bukanlah kenangan antara Louise dan Hannah. Arrival ingin kita berpikir bahwa segala adegan tentang Louise dan Hannah adalah sebuah kenangan. Namun ini sesungguhnya terjadi di masa depan (remember when Louise said, "Who is this girl?"). 

Louise akhirnya akan jatuh cinta dan menikah dengan Ian, dan mereka akan memiliki anak perempuan Hannah. Louise telah mengetahui dari awal bahwa anak perempuannya akan meninggal karena kanker yang tidak bisa disembuhkan, ia juga mengetahui kenapa suaminya (Ian) akan meninggalkannya. Namun ia tidak pernah berniat merubah takdirnya. 
Dr. Louise Banks: If you could see your life from start to finish, would you change things? 
Ian Donnelly: Maybe I would say what I felt more often. I don't know.
For me, this means we should embrace our fate. Ketika kita menyadari bahwa hidup adalah serangkaian tragedi, maka kita akan menemukan keindahan dan kebahagiaan pada hal-hal yang remeh. Inilah yang saya kira jalan yang dipilih oleh Louise. (Aww... i cried a lot when remember this scene. Apalagi kalo sambil dengerin lagunya pas adegan ini: Max Richter - On The Nature of Daylight)


...
So, Arrival yang merupakan adaptasi dari cerita pendek Story of Your Life-nya Ted Chiang ini sesungguhnya punya fokus yang berbeda dari film-film sci-fi lainnya. Arrival (bagi saya pribadi) memiliki nilai moral story mengenai bagaimana kita menerima takdir yang ada. Selain bicara soal war and humanity, Arrival juga akan menantangmu berpikir ulang mengenai konsep waktu yang selama ini kita ketahui. Arrival juga menyajikan pertanyaan menarik mengenai bagaimana kita memahami bahasa dan komunikasi. 
"You can understand communication, and still end up single"

Hope this explanation helps you! Kalau ada yang masih ditanyakan, bisa tulis di comment ya.