mother! (2017) (3,5/5)
2017 Drama Horror mystery and suspenseRottenTomatoes: 68% | IMDb: 6,7/10 | Metascore: 75/100 | NikenBicaraFilm: 3,5/5
Rated: R | Genre: Drama, Horror, Mystery
Directed by Darren Aronofsky ; Produced by Scott Franklin, Ari Handel ; Written by Darren Aronofsky ; Starring Jennifer Lawrence, Javier Bardem, Ed Harris, Michelle Pfeiffer ; Cinematography Matthew Libatique ; Edited by Andrew Weisblum ; Production companyProtozoa Pictures ; Distributed by Paramount Pictures ; Release date September 15, 2017 (United States) ; Running time121 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $30 million ; Box office $44.5 million
Story / Cerita / Sinopsis :
Sepasang suami istri (Jennifer Lawrence dan Javier Bardem) tinggal berdua di sebuah rumah terpencil. Suatu hari mereka kedatangan tamu misterius yang bertindak sesuka hati.
Review / Resensi :
Tidak dapat dipungkiri, mother! (mother! dengan huruf m kecil dan tanda seru di bagian belakangnya) adalah salah satu film paling kontroversial tahun 2017 sekaligus paling banyak dibicarakan. Sebagaimana The Tree of Life (Terrence Malick, 2011), publik tampaknya terbagi menjadi dua kubu: love it or hate it. Di Cinemascore, mother! dapat nilai F, dimana hal ini membuat mother! selevel dengan The Wicker Man-nya Nicholas Cage. Skor buruk ini tampaknya juga mempengaruhi penghasilan box office yang didapatkan, mother! cuma dapat 44,5 juta dollar dari budget yang 30 juta dollar. Saya rasa melepas film seperti ini ke publik umum juga bukan hal yang tepat, apalagi jika penonton tertipu karena menyangkanya sebagai film horror biasa belaka - belum lagi nama Jennifer Lawrence sebagai top billing cast bisa membuat publik mengira akan menonton film horror mainstream. Nggak cuma dapat mixed review dari audiens, para kritikus pun sebenarnya terbagi jadi dua. Hampir sebagian besar kritikus menyukainya, namun Rex Reed dari The New York Observer dengan jahatnya menyebut mother! sebagai film paling buruk abad ini, sementara Caryn James dari BBC menyebut film ini sebagai pretentious mess. Di situs Rotten Tomatoes skor yang didapatkan mother! juga cuma 68%. Saya sendiri cenderung untuk tidak terlalu suka. Saya mengagumi keberanian yang dilakukan sutradara Darren Aronofsky (dan Paramount Pictures yang bertindak sebagai distributor), namun saya tidak bisa mengatakan bahwa mother! adalah sebuah film yang cerdas. Mother! bahkan bukan film yang ingin saya tonton lagi suatu saat, dan itu bukan karena adegan kontroversi di bagian akhirnya....
Saya nggak cukup yakin apakah cara menonton mother! yang terbaik adalah dengan tidak membaca satu review-pun tentang film ini yang bisa jadi mengandung sedikit spoiler, supaya saat kamu nonton pertama kalinya kamu akan merasa otakmu benar-benar dikacaukan oleh Aronofsky. Tapi jika memang menurutmu ini cara yang baik, maka ada baiknya stop baca review ini sampai di sini, soalnya review saya akan mengandung spoiler. Saya pribadi sih ngerasa sebaiknya kamu tahu apa yang Aronofsky maksudkan sebelum nonton, supaya ada sedikit bekal biar paham inti filmnya. Hal ini yang saya lakukan pada saat nonton film ini. Arofonosky dan Jennifer Lawrence (yang by the way, keduanya pacaran pas produksi film ini) sendiri dalam inteview-nya untuk promosi juga sudah ngasih bocoran tentang inti mother!: sebuah alegori relijius tentang Tuhan, ibu bumi, dan manusia. Setelah menggarap film tentang bahtera nabi Nuh lewat Noah (2013), Darren Aronofsky - yang kabarnya seorang atheis, menjadikan mother! sebagai intrepretasinya sendiri akan kisah dalam Alkitab.
Tampaknya alegori ini sudah cukup jelas dengan tidak diberikannya nama spesifik pada setiap karakter yang ada. Javier Bardem, adalah seorang penulis puisi yang mengalami writer's block (dan tulisannya nantinya tentu saja mengacu pada firman Tuhan, Alkitab). Karakter Bardem disebut Him, (Him dengan huruf kapital H), so it's pretty obvious that he's God. Istrinya, Jennifer Lawrence, adalah mother, mengacu pada mother earth - ibu bumi. Tugasnya tampaknya mendukung karir sang suami sambil merawat dan mempercantik rumah yang mereka tinggali. Hubungan keduanya tampaknya seperti hubungan pernikahan yang tidak sehat - suami yang egois dan istri yang nrimo-an. Mungkin di kepala Arofonosky demikianlah hubungan antara Tuhan dan bumi: sebuah pernikahan yang nggak sehat dan hubungan cinta yang berat sebelah. Suatu hari mereka kedatangan seorang pria misterius, man (Ed Harris) - yang merujuk pada Adam, dan istrinya woman (Michelle Pfeiffer) - yang merujuk pada Eve (Hawa). Keduanya bertindak seenaknya, merepotkan karakter Lawrence, sementara karakter Bardem tampaknya sangat menikmati kehadiran keduanya. Lalu karakter Lawrence makin kewalahan dan kebingungan ketika tamu-tamu aneh terus berdatangan ke rumah mereka dan bertindak sesuka hati...
Jika tidak tahu tentang alegori Tuhan, bumi, manusia dll, maka mungkin kita berpikir mother! sekedar sekedar film horror versi lain dari Rosemary's Baby (1968). Belum lagi mother! juga merilis poster yang merupakan homage akan film horror klasik itu. Banyak elemen yang mungkin juga akan mengingatkan kita akan film Rosemary's Baby. Jennifer Lawrence adalah Mia Farrow, dan Javier Bardem adalah John Cassavetes. Pasangan suami istri Ed Harris dan Michelle Pfeiffer adalah tetangga nyentrik Rosemary dan suami, yang diperankan Sidney Blackmer dan Ruth Gordon. Namun sampai di sini saja kesamaan keduanya, karena pada third act-nya Aronofsky menyuguhkan adegan long sequence full of chaos: kerusuhan, pembunuhan, penyiksaan, hingga puncaknya daging bayi yang dimakan ramai-ramai. Tiga puluh menit bagian akhirnya sangat twisted, kita seperti sedang bermimpi buruk. Penonton awam yang nggak paham film semacam ini mungkin akan merasa film ini membingungkan dan membuat mual.
Aronofsky kabarnya mendapat inspirasi untuk membuat mother! setelah membaca berita-berita penuh kekacauan yang kini terjadi di dunia. Ditambah mengetahui fakta bahwa ia seorang environmentalist, maka pesan dalam mother! kayaknya sudah terbaca dengan jelas: betapa mother earth (Jennifer Lawrence) sudah memberikan segalanya untuk Tuhan (Javier Bardem) dan tamunya (manusia), tapi manusia tetap saja seenaknya sendiri dan nggak tahu terima kasih. I get this point, tapi apakah pesan ini bisa disampaikan dengan baik melalui filmnya?
Sayangnya menurut saya enggak. This movie is intense and disturbing, but I can't feel and learn anything new. Kalau emang Aronofsky hendak kasih nasihat ke saya untuk menjaga bumi, saya lebih tersentuh dengan kampanye diet plastik National Geographic atau nontonin dokumenter beruang kutub di BBC yang sekarat karena efek global warming. Jika memang pesan yang ingin disampaikan Aronofsky adalah agar manusia tidak bertindak seenaknya sendiri di dunia dan mensyukuri apa yang sudah mother earth lakukan kepada kita, saya tidak mendapatkannya di sini (atau memang bukan itu yang sedang Aronofsky lakukan?). Kesan yang saya dapatkan di sini cuma bahwa Aronofsky mempersonifikasi Tuhan (Javier Bardem) sebagai sosok egois, narsistik dan haus pujian - tapi juga pengampun, walaupun hal ini hanya supaya ia tetap dipuji dan membiarkan mother earth yang menanggung bebannya. Sementara pesan yang nancap di benak saya cuma overpopulasi berbahaya buat bumi dan fanatisme buta pada agama membuatnya semakin kacau.
Saya mengagumi keberanian yang dilakukan Aronofsky dengan mempersonifikasi Tuhan dan Bumi, beberapa alegorinya juga sudah cukup jelas (you can read it here), namun banyak hal masih membuat kita bertanya-tanya. Saya ngerasa naskahnya tidak cukup solid, dan script-nya sendiri ga bagus-bagus banget. Ada banyak hal dari film ini yang terasa membingungkan, tapi sementara sebagian orang berusaha menebak isi kepala Aronofsky, saya merasa Aronofsky sendiri sebenarnya kebingungan untuk mengejawentahkan ide-ide di kepalanya. Saya ga cuma bicara cairan kuning aneh yang diminum mother - yang masih belum jelas maksudnya apa, tapi saya juga masih berusaha memahami hubungan Him dan mother dalam pernikahan mereka yang tidak imbang dan patriarkal, persetubuhan mendadak keduanya dan sejauh mana relevansinya dengan Alkitab, karakter man (Ed Harris) yang merokok seenaknya sendiri (dan berprofesi sebagai dokter ortopedi), interaksi antara woman (Michelle Pfeiffer) dan mother yang aneh, dan detail-detail lainnya yang sulit saya tuliskan di sini. Adakah detail-detail itu penting dan punya makna khusus? Ataukah detail-detail ini dipaksakan dan asal saja?
Saya sebenarnya cukup menyukai langkah yang dilakukan Aronofsky lewat Matthew Libatique, sinematografer langganannya, yang memilih menggunakan hand-held camera dan mengikuti kemanapun karakter Lawrence melangkah. Sepanjang film kamera sangat dominan menyorot wajah Jennifer Lawrence secara close-up, dan sesekali menampilkan situasi yang ada lewat sudut pandang Lawrence. Konon katanya 66 menit dari 121 menit film ini menampilkan wajah Jennifer Lawrence. Ini adalah beban yang cukup berat yang harus diemban Jennifer Lawrence karena separuh film adalah tentang ekspresi wajahnya, ditambah lagi karakternya adalah karakter yang rumit. Tapi sayangnya... saya tidak merasa performanya luar biasa. I know she's a good actress and I love her personality, namun kayaknya arahan Aronofsky membuatnya hampir selalu menampilkan ekspresi naif dan kebingungan yang lama-lama terasa menjemukan. Dan saya ga bisa menemukan koneksi antara akting dan peran Jennifer Lawrence itu dengan gagasan besar yang ingin disampaikan film ini sendiri. Am I supposed to feel bad and sorry about her? Saya hanya menemukan diri saya sama tersesat dan kebingungannya dengan karakter Lawrence. I'm not dragged into her character and its movie itself.
Overview:
Mengutip dari apa yang ditulis Julia Alexander di polygon.com, mother! membagi penonton menjadi 3 kubu: penonton yang tidak tahu maksud film ini dan tidak menyukainya, penonton yang merasa tahu maksud film ini dan menyukainya, dan penonton yang merasa tahu apa yang Aronofsky lakukan dan tidak menyukainya. Saya, termasuk yang ketiga. Mother! adalah sebuah film alegori yang berani, kontroversial, intens, dan unsur misteriya juga membuat kita penasaran untuk menontonnya sampai akhir. Namun di balik alegori yang berani itu, saya tidak cukup bisa mendapatkan dan memahami gagasan besar yang ingin disampaikan oleh Darren Aronofsky. Ini adalah film yang berani, namun sebenarnya nggak terlalu cerdas dan tidak kompleks (atau saya aja yang kurang paham?). Saya nggak merasa terkoneksi dengan karakter utamanya, pun saya merasa Darren Aronofsky juga tidak cukup kuat dan solid dalam menyampaikan hal yang ingin ia sampaikan. Tapi seenggaknya Aronofsky berhasil menjadikan mother! sebagai bahan perbincangan setiap penonton yang sudah menonton film ini. Tapi semoga saja penonton tidak cuma sekedar membicarakan kontroversi bayi yang dimakan ramai-ramai atau dada Jennifer Lawrence yang kelihatan dari balik bajunya yang nerawang, namun juga pesan moral kuat yang ingin disampaikannya.