Tampilkan postingan dengan label Ryan Reynolds. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ryan Reynolds. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Juni 2018

DEADPOOL 2 (2018) REVIEW : The Anti-Hero is Back (And its Better....)

DEADPOOL 2 (2018) REVIEW : The Anti-Hero is Back (And its Better....)


Lampu hijau dengan mudah didapatkan oleh proyek Deadpool setelah film pertamanya berhasil mendapatkan untung berkali-kali lipat. Terlebih, film pertamanya hanya bermodalkan 58 juta dolar. Meskipun sutradara di film keduanya ini berganti estafet dari Tim Miller ke David Leitch yang sudah terbukti mengarahkan sebuah mahakarya film aksi berjudul John Wick. Pergantian sutradara ini tentu tak menjadi dari film Deadpool karena film ini sudah mempunyai nyawanya sendiri. 

Ya, nyawa dari Deadpool ini tentu saja adalah Ryan Reynolds yang berhasil menghidupkan karakter Wade Wilson dengan level yang berbeda. Deadpool 2 pun tetap menggunakan ciri khas dari film sebelumnya mulai dari penuturan cerita hingga strategi pemasaran yang gila-gilaan. Juga, film ini semakin diramaikan dengan adanya karakter-karakter baru dengan nama-nama yang juga tak kalah besar. Mulai dari Josh Brolin hingga nama-nama besar yang menjadi cameo sekedipan mata.

Breaking the fourth wall, formula penuturan cerita dari Deadpool yang berusaha dipertahankan agar film ini memiliki identitasnya. Rhett Reese dan Paul Wernick masih menjadi duo yang bertanggung jawab atas ketengilan Deadpool di sepanjang 115 menit filmnya. Pun, meta jokes dengan referensi pop culture tentang showbiz berusaha dimasukkan ke dalam filmnya dari Barbara Streisand hingga Taylor Swift sebagai perwakilan budaya masa kini.


Jika dibandingkan filmnya yang pertama, Deadpool 2 lebih berhasil untuk mengkombinasikan formula breaking the fourth wall dengan humor-humor yang ada sebagai amunisi utama dari filmnya. Tak seperti film pertamanya yang asal lempar jokes dengan lebih masif, Deadpool 2 seperti lebih memperhitungkan segala humornya agar terasa lebih pas dan tidak terlalu berlebihan. Nyatanya, dengan caranya yang lebih hati-hati itu bisa menjadikan Deadpool 2 bisa memiliki performa lebih baik dari film pertamanya.

Sebagai sutradara, David Leitch ternyata mampu bemain lebih dalam lagi dibandingkan Tim Miller di film pertama. Wade Wilson memiliki perkembangan secara personal yang berarti sebagai sosok karakter di sebuah film. Ini akan berpengaruh dengan bagaimana penyampaian cerita di dalam Deadpool 2 yang lebih mengulik tentang kehidupannya sebagai anti hero yang tengil tetapi masih sangat sensitif jika sudah berurusan dengan ranah pribadinya.


Maka dari itu, Deadpool 2 lebih menonjolkan bagaimana Wade Wilson (Ryan Reynolds) yang sedang mengalami keputusasaan saat menjalani hidupnya paska menjadi seorang mutan. Kejahatan demi kejahatan sudah dirinya lewati tetapi membuatnya harus merelakan waktunya bersama sang Istri, Vanessa (Morena Bacharin). Keterlibatan Wade Wilson dalam memberantas kejahatan secara tak langsung membuat kehidupan sang Istri pun ikut terancam.

Nyawa sang Istri yang terancam inilah yang membuat Wade Wilson putus asa dan ingin berusaha memperbaiki kehidupannya. Di dalam misinya, Wade Wilson harus melindungi seorang mutan bernama Firefist (Julian Dennison) yang sedang dalam bahaya. Firefist sedang diincar oleh sosok mutan di masa depan bernama Cable (Josh Brolin). Dengan begitu, Wade Wilson berusaha untuk membuat sebuah tim baru untuk menyelamatkan Firefist dengan nama X-Force.


Meski berhasil memberikan kombinasi yang lebih melebur dalam formula penceritaannya, Deadpool 2 memiliki rintangan saat berusaha menuturkan konfliknya. David Leitch memang tahu benar untuk memberikan nilai emosional di dalam Deadpool 2 dan hal tersebut terjadi secara alami di dalam filmnya. Terlebih di dalam adegan-adegan yang melibatkan interaksi karakter antara Wade Wilson dan juga Vanessa. Poin inilah yang sebenarnya menjadi pondasi utama yang menjadi koneksi dengan segala konfliknya.

Sayangnya, David Leitch belum maksimal dalam menyambungkan setiap subplot yang ada. Efek selanjutnya adalah muncul sebuah jarak yang terjadi ketika film ini berusaha untuk berganti dengan plot lainnya yang menjadi fokus selanjutnya di dalam film ini. Sehingga, pengalaman saat menonton Deadpool 2 adalah sepertinya menyaksikan beberapa potongan film pendek yang berbeda dan dikemas menjadi satu film di dalam 118 menitnya.

Tetapi, kelemahan itu berhasil ditutup dengan bagaimana David Leitch bisa memberikan sebuah sentuhan sekuens aksi yang sudah menjadi kelebihannya dalam mengarahkan sebuah film. Deadpool 2 memberikan punya action sequences yang bisa membuat penontonnya terhibur dengan berbagai kelemahan babak penceritaannya. Poin inilah yang mampu membuat penontonnya bertahan karena David Leitch tahu dalam mengemas berbagai adegan aksi yang seru dan intens kepada penontonnya.


Serta bagaimana Deadpool 2 berhasil untuk memberikan spotlight dengan cara yang pas dengan karakter-karakter barunya. Sehingga, mereka bisa memiliki potensi untuk berkembang di dalam film-film Deadpool selanjutnya. Poin ini merujuk pada karakter Domino, Cable, dan juga Firefist yang mungkin di dalam film ini masih belum bisa berkembang terlalu besar. Hanya saja, cara Rhett Reese dan dan Paul Wernick sudah sangat pas dalam menuliskan latar belakang karakter tambahan tersebut.

Performa Ryan Reynolds yang sudah tak lagi dikhawatirkan saat  memerankan karakter Wade Wilson sehingga mampu menyampaikan segala unsur komedinya dengan baik. Secara tidak langsung, segala unsur komedi di dalam film Deadpool 2 ini adalah cara untuk memberikan tribute terhadap segala referensi pop culture di berbagai macam generasinya. Hal inilah yang mampu membuat Deadpool 2 tetap menjadi sebuah tontonan alternatif di genre film superhero yang semakin berkembang.


Ditemani dengan berbagai musik-musik manis dari berbagai era mulai dari tren di tahun 80an hingga EDM yang sedang gempar di masa kini, Deadpool 2 akan berhasil merebut hati penontonnya. Meskipun tak menjadi sebuah film superhero yang sempurna, akan tetapi Deadpool 2 berhasil membuat penontonnya ingin melihat perkembangan film ini di kesempatan selanjutnya. Deadpool 2 berhasil memiliki sedikit perkembangan dibandingkan film pertamanya. Tak banyak, namun sangat berarti untuk kelangsungan franchise ini.

Rabu, 23 Agustus 2017

REVIEW : THE HITMAN'S BODYGUARD

REVIEW : THE HITMAN'S BODYGUARD


“I hope they kill him, I really do. This guy single handedly ruined the word motherfucker”. 

Bagaimana jadinya saat Samuel L. Jackson yang dikenal kerap melakoni karakter bermulut besar dipasangkan dengan Deadpool, eh maksud saya Ryan Reynolds, yang juga ceriwis tak ketulungan dalam sebuah film laga komedi? Hmmm... terdengar seperti gagasan cemerlang untuk menghasilkan tontonan seru-seruan ala film dari era 80-90’an. Sepertinya bakal menjadi sajian eskapisme yang cocok ditonton di bioskop kala senggang seraya mengunyah berondong jagung dan menyeruput minuman bersoda. Sang sutradara adalah Patrick Hughes yang sebelumnya diberi kepercayaan dalam menggarap The Expendables 3 yang dipenuhi bintang-bintang laga legendaris dan terbilang cukup seru dengan segala kenorakannya. Jadi, apa sih yang mungkin salah dari film ini? Yang mungkin salah adalah bagaimana penonton menetapkan ekspektasi terhadap film yang diberi tajuk The Hitman’s Bodyguard ini. Asalkan pengharapan disesuaikan ke mode “yang penting bisa dibuat terhibur”, rasa-rasanya kamu tidak akan keluar dari gedung bioskop sambil ngedumel karena memang The Hitman’s Bodyguard tidak pernah menganggap dirinya kelewat serius. Hanya tontonan pelepas penat yang ringan-ringan saja. 

Dalam The Hitman’s Bodyguard, Ryan Reynolds memerankan agen pelindung berperingkat triple A bernama Michael Bryce yang kemampuannya dalam melindungi klien dari kalangan orang berpengaruh tak lagi diragukan. Singkatnya, salah satu bodyguard terbaik di dunia. Namun kehidupan percintaan dan karir Michael yang sempurna seketika hancur berantakan usai terjadinya insiden yang menyebabkan salah satu kliennya tewas. Selama dua tahun, Michael pun terjebak dalam kubangan tugas yang memaksanya melindungi klien-klien remeh temeh. Di kala harapan untuk memperbaiki reputasi tampaknya telah sirna, Michael mendapat panggilan dari sang mantan yang bekerja di Interpol, Amelia Roussel (Elodie Yung), yang memintanya untuk mengantar seorang pembunuh bayaran bernama Darius Kincaid (Samuel L. Jackson) dari Inggris ke Belanda. Darius adalah saksi kunci dalam kasus tragedi kemanusiaan yang dilakukan oleh pemimpin lalim Belarus, Vladislav Dukhovich (Gary Oldman). Mengingat statusnya, jelas perjalanan ini tidak mudah karena kroni-kroni Dukhovich mengintai di setiap sudut. Yang membuatnya semakin tidak mudah, Darius adalah pribadi yang bawel sehingga sepanjang perjalanan kerap diwarnai cekcok antara Michael dengan Darius.

Secara guliran pengisahan, sejatinya tidak ada yang betul-betul istimewa dari naskah racikan Tom O’Connor untuk The Hitman’s Bodyguard. Bisa dibilang terhitung generik. Kamu mungkin akan nyeletuk “dih, cerita semacam ini sih sudah sering dijumpai!” tatkala menyimak filmnya karena memang bukan sekali dua kali diusung film bergenre serupa. Tapi melihat kombinasi pemain beserta jalur yang diambilnya, kamu tentu tidak benar-benar mengharapkan The Hitman’s Bodyguard akan mempunyai jalinan pengisahan yang ‘sesuatu’ sekali, bukan? Tampaknya, Patrick Hughes emang emoh membebani penonton dengan plot kelewat ribet – walau ada kalanya terasa diribet-ribetin juga sih – agar fokus pada kandungan hiburan yang dibawanya atau dalam hal ini adalah barisan humor yang dilontarkan beserta rentetan laga yang dikedepankan. Dan memang, untuk urusan ngebanyol dan menghadirkan ‘boom bang boom’, The Hitman’s Bodyguard itu terbaek. Hampir dapat dipastikan kamu akan seringkali ditempatkannya dalam fase tergelak-gelak hebat di kursi bioskop atau menganga saat menatap layar sampai-sampai tidak terasa berondong jagung yang kamu kudap semuanya telah masuk ke dalam pencernaan. Dengan laju yang juga bergegas, 118 menit pun berlangsung seperti satu kedipan mata. 

Ya, The Hitman’s Bodyguard terasa sungguh mengasyikkan buat ditonton. Kuncinya terletak pada dua hal: pertama, kecakapan Hughes dalam mengkreasi sejumlah sekuens laga seru yang highlight-nya antara lain kejar-kejaran di sepanjang sisi Sungai Amstel, Amsterdam, yang melibatkan tiga macam kendaraan serta konfrontasi akhir dimana dua karakter utama berpisah jalan (Darius menangani para begundal menggunakan mobil, sedangkan Michael turun langsung ke jalan). Lalu kedua, performa jempolan barisan pemainnya terutama Samuel L. Jackson dan Ryan Reynolds yang berhasil menghadirkan chemistry menyengat. Pertukaran dialog keduanya yang dipenuhi umpatan berikut celaan memberikan banyak sekali riuh tawa dan tidak sedikit diantaranya muncul di saat yang tidak kamu sangka-sangka seolah mengingatkan “udah, jangan serius-serius amat sih nanggepin film ini.” Mereka memperoleh sokongan dari Gary Oldman yang terlihat bengis hanya dari sorot matanya saja, Elodie Yung yang sungguh menggemaskan, serta paling mencuri perhatian, Salma Hayek sebagai istri Darius, Sonia. Seperti halnya sang suami, Sonia pun sama sekali tak bisa mengontrol ucapannya dan pertengkaran pasangan ini yang bernuansa ‘benci tapi rindu’ melalui sambungan telepon adalah highlight lain dalam The Hitman’s Bodyguard.

Note : Nggak penting-penting amat sih, cuma kalau mau tipe penonton yang ogah rugi seperti saya, sebaiknya tunggu The Hitman's Bodyguard sampai beneran kelar karena ada post-credits scene.

Exceeds Expectations (3,5/5)