Tampilkan postingan dengan label Lion. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lion. Tampilkan semua postingan

Rabu, 01 Maret 2017

REVIEW : LION

REVIEW : LION


“I'm not from Calcutta... I'm lost.” 

Jelang mengularnya credit title, Lion beberkan sebuah informasi yang bikin hati serasa teriris. Informasi tersebut memuat statistik miris di India terkait bocah-bocah menghilang tanpa kabar setiap harinya yang mencapai angka 80 ribu serta para anak jalanan yang jumlahnya telah menyentuh 11 juta. Lewat Lion, sutradara Garth Davis yang baru sekali ini menggarap film layar lebar mencoba membahasagambarkan fenomena yang boleh jadi umum terjadi di negara-negara berpopulasi lebih dari ratusan juta jiwa ini. Bukan menggunakan sudut pandang keluarga ditinggalkan, melainkan dari kacamata korban. Ndilalah, ada satu penyintas bernasib mujur yang pernah berada di posisi terpisahkan dari keluarga maupun terlunta-lunta di jalanan semasa cilik, namanya Saroo Brierly. Pengalaman luar biasa yang memaksanya putus kontak selama 25 tahun lamanya dengan keluarga biologisnya ini dituangkan Saroo ke sebuah buku nonfiksi bertajuk A Long Way Home. Buku yang merupakan cikal bakal dari lahirnya film ‘keji’ pengoyak emosi berjudul Lion

Saroo cilik (Sunny Pawar) tinggal di sebuah perkampungan terpencil bersama kakaknya, Guddu (Abhishek Bharate), ibunya (Priyanka Bose), beserta adik perempuannya yang masih balita. Bersama Guddu, Saroo kerap mencuri batu bara dari kereta api yang melintas dekat perkampungan mereka guna ditukar dengan susu maupun makanan. Kehidupan keluarga miskin namun bahagia ini sontak berubah setelah Saroo memaksa ikut Guddu yang mencoba mencari pekerjaan di suatu malam dan keduanya terpisahkan. Saroo terjebak selama dua hari dalam sebuah kompartemen kereta api kosong yang menghantarkannya ke Kalkuta – hampir dua ribu kilometer jauhnya dari kampungnya – dan mengalami kesulitan untuk kembali. Berbagai cobaan lantas menghampirinya dari nyaris terjerembab dalam sindikat perdagangan anak, bertahan hidup di bawah kolong jembatan, sampai diboyong ke panti asuhan. Keengganan Saroo untuk menyerah mendorongnya berjumpa dengan nasib baik. Pasangan asal Australia, Sue (Nicole Kidman) dan John (David Wenham), mengadopsinya. Setelah 25 tahun, Saroo dewasa (Dev Patel) mencoba melacak kembali keberadaan keluarga biologisnya bermodalkan Google Earth dan ingatan-ingatan samar masa kecil. 

Lion terbagi menjadi dua babak besar. Babak pertama menaruh fokusnya kepada Saroo kecil, sementara babak kedua menggambarkan Saroo di usia dewasa. Kedua babak mempunyai kekuatannya masing-masing, meski separuh awal film bisa dikata adalah bagian terbaik dari Lion lantaran pergerakkan kisahnya lebih memiliki dinamika. Penonton disuguhi plot yang menyoroti jatuh bangunnya si bocah untuk memperoleh kesempatan berjumpa kembali dengan keluarganya semenjak terdampar di kota yang sama sekali asing baginya. Ada kepiluan, kengerian, serta sedikit kejenakaan di dalamnya. Tangguhnya paruh utama film dipersembahkan oleh materi cerita dan performa menakjubkan dari barisan pemainnya. Priyanka Bose hanya tampil sekejap tanpa banyak dibekali dialog, namun pancaran matanya sanggup menegaskan bahwa dia mencintai anak-anaknya. Pendatang baru Abhishek Bharate pun impresif sebagai kakak yang mengayomi adik-adiknya. Akan tetapi, Lion tidak akan mengaum selantang ini tanpa sokongan dari Sunny Pawar yang mempesembahkan salah satu akting terbaik dari seorang aktor cilik debutan (bahkan, Jacob Tremblay dari Room pun dibuat keok olehnya!).


Kita iba melihat bocah sekecil ini terkikis masa kanak-kanaknya yang semestinya dilalui penuh canda tawa, kita juga takjub menyimak ketangguhan usahanya agar bisa kembali ke pelukan sang ibunda – bayangkan, dia hanya sesekali menitikkan air mata tanpa pernah sekalipun merengek berkepanjangan. Seperti halnya para pelakon lain, Sunny Palwar membicarakan perasaannya melalui mata. Dari pancarannya, penonton bisa mendeteksi kesedihan, kebingungan, ketakutan, kebahagiaan, hingga harapan. Berkatnya, kita mampu teresonansi secara emosi dengan kisah hidup menakjubkan Saroo. Sekalipun kita telah mengetahui sesuatu yang baik telah menanti Saroo cilik di depan, namun tetap saja fase harap-harap cemas sempat menghampiri diri karena kepedulian terhadap jalan hidupnya membentuk keinginan untuk melihatnya berbahagia. Maka sulit untuk tidak merasakan kegundahan melihatnya terombang-ambing di jalanan tanpa kepastian, melihatnya didekati seorang pria misterius bernama Rama (Nawazuddin Shiddiqui) yang mempunyai agenda terselubung, dan melihatnya berakhir di panti asuhan tanpa fasilitas memadai. 

Dibandingkan babak pertama, babak kedua cenderung lebih tenang. Saroo dewasa telah memperoleh kehidupan yang layak dengan keluarga baru penuh kasih sayang, pekerjaan mapan, dan kekasih cantik, Lucy (Rooney Mara) yang mendukung keputusan-keputusannya. Gejolak konflik pada titik ini bersumber dari adik Saroo yang pemarah, Mantosh (Keshav Jadhav), serta relasi menghambar antara Saroo dengan orang-orang terdekatnya menyusul obsesinya untuk menemukan kampung halamannya. Dev Patel meng-handle babak kedua ini secara menawan dengan memunculkan kerapuhan berwujud penyesalan mendalam yang membawanya pada kemarahan-kemarahan, obsesi melampaui batas, serta kerinduan tak terbendung sehingga kepedulian penonton pada sosok Saroo pun tak terputus. Masih terus berlanjut. Kepedulian kita terhadap si tokoh utama merupakan kunci keberhasilan dari Lion atau berdasarkan konteks babak kedua, momen klimaks. Apabila penonton tidak pernah terhubung dengan Saroo, apa yang tersaji di penghujung film akan berakhir sia-sia belaka. Tapi jika penonton berhasil dibuat bersimpati pada Saroo – seperti telah dilakukan oleh Lion, apa yang tersaji di penghujung film akan menghajar emosimu sampai babak belur. Sebuah kisah 'pulang kampung' yang begitu hangat, mendebarkan, sekaligus menyentuh. Bagus!

Outstanding (4/5)


Kamis, 23 Februari 2017

LION (2016) REVIEW : Perjalanan Menemukan Arti Rumah

LION (2016) REVIEW : Perjalanan Menemukan Arti Rumah

Berbicara tentang perjalanan kembali menuju rumah di dalam sebuah film akan dengan mudah merebut hati penontonnya. Bahkan kritikus dan ajang penghargaan akan dengan mudah mengapresiasi film-film seperti ini. Tahun 2016 lalu, sebuah film bertema perjalanan kembali menuju rumah mendapatkan sebuah sorotan dan pujian oleh kritikus dan beberapa ajang penghargaan. Film tersebut adalah Lion yang disutradarai oleh Garth Davis dan berdasarkan sebuah kisah nyata.

Lion diangkat dari kisah asli dari Saroo yang telah ditulis dalam sebuah novel. ‘A Long Way Home’ adalah buku yang mendasari Garth Davis untuk mengarahkan filmnya. Naskah adaptasinya diserahkan kepada Luke Davies untuk menentukan struktur ceritanya. Dev Patel dipercaya untuk menggambarkan sosok asli dari Saroo dewasa. Ada pula Sunny Pawar yang memerankan Saroo di fase masih kecil. Film ini pun dibintangi oleh beberapa nama lain seperti Nicole Kidman dan Rooney Mara.

Tema-tema tentang menemukan kembali rumah memang sudah biasa dan sering hadir di berbagai film sebelumnya. Tetapi, tak ada salahnya apabila tema-tema seperti ini kembali diangkat ditambah dengan pengarahan yang begitu kuat dan memiliki dampak kepada penontonnya. Lion milik Garth Davis ini kembali hadir mengusung tema yang generik ini dan dikemas ulang menjadi sesuatu yang segar. Hal itu dikarenakan bagaimana Garth Davis punya sensitivitas yang berhasil membuat Lion begitu hidup dan emosional. 


Orang akan menganggap film-film dengan tema yang diangkat oleh film Lion bukanlah sesuatu yang baru dan mendapat apresiasi. Benar, memang tak ada yang baru dari plot cerita di dalam film Lion. Segala ceritanya berjalan linear dan penuturannya memang memiliki linimasa cerita yang runtut seperti babak kehidupan nyatanya. Tetapi, Lion memiliki sesuatu yang berbeda di hal lain yaitu bagaimana Garth Davis menceritakan setiap babak kehidupan dari Saroo.

Garth Davis tahu bahwa film-film bertema seperti ini tak memiliki gaya penuturan cerita yang baru. Semuanya akan jatuh menjadi film yang generik dengan film-film sebelumnya. Tetapi, Garth Davis mampu memberi sesuatu yang kaya dan akan membuat penontonnya sangat menikmati Lion di durasinya yang mencapai 118 menit. Poinnya adalah bukan dari bagaimana film Lion bisa memberikan sesuatu yang baru di dalamnya. Layaknya Saroo yang punya keinginan teguh mencari rumahnya, Garth Davis juga ingin membuat penonton merasakan setiap proses penuturannya lewat Lion. 


Ini adalah sebuah kisah tentang Saroo kecil (Sunny Pawar) yang kala itu ingin ikut sang kakak, Guddu (Abhishek Bharate) mencari nafkah untuk membantu Ibunya. Di sebuah stasiun saat malam hari, Guddu menyuruh Saroo untuk diam di sebuah bangku stasiun agar tak hilang selagi Guddu mencari sesuatu.  Merasa bosan, Saroo pun terlelap tidur dan ketika dia bangun Guddu masih belum kembali. Di tengah dia mencari Guddu, dia masuk ke dalam sebuah kereta dan tak sengaja terlelap lagi di dalam kereta itu.

Kereta itu ternyata membawanya ke Calcutta, tempat yang sangat jauh dari rumahnya. Perjuangan Saroo bertahan hidup pun susah, hingga akhirnya Saroo dibawa ke sebuah penampungan anak-anak.  Saat berada lama di tempat penampungan karena tak ada yang mencarinya, Saroo diadopsi oleh Sue (Nicole Kidman) dan John Brierley (David Wenham) yang berasal dari Australia. Setelah tinggal lama, Saroo yang sudah beranjak dewasa (Dev Patel) merindukan kembali rumahnya yang dulu. 


Menonton Lion memang tak perlu berusaha terlalu keras mencocokkannya dengan berbagai bidang keilmuan. Cukup menontonnya dengan tenang, maka Lion akan sangat mudah dinikmati oleh berbagai kalangan. Cerita Lion harus diakui memang sangat linear dan itu membuat penontonnya akan dengan mudah menebak bagaimana kelanjutan setiap ceritanya. Tetapi, sekali lagi, sajian Lion sebagai sebuah film bukan sekedar menunjukkan sebuah superioritas, melainkan tentang merasakan setiap adegannya.

Proses penyampaian di dalam film Lion lah yang perlu dirasakan oleh penontonnya. Garth Davis berhasil menampilkan berbagai adegan emosional. Garth Davis tahu detil cerita mana yang akan membuat penontonnya terenyuh, merasakan sebuah pahit manisnya perjalanan proses kehidupan Saroo mulai kecil hingga tumbuh dewasa. Garth Davis punya sensitivitas itu dalam mengarahkan Lion sehingga di setiap detil kecil filmnya memiliki emosi tanpa perlu menggebu-gebu.

Memang, tak berarti Lion adalah sebuah film yang sempurna. Penyampaian dari Garth Davis memang beberapa kali terasa lepas dari ritme apalagi di awal film. Penonton akan berusaha meraba siapa Saroo dan keluarganya agar dapat terkoneksi. Meskipun ketika sudah memiliki ritmenya, poinnya maka bukan siapa Saroo dalam film Lion, tetapi seperti apa Saroo dalam film Lion yang semakin bertambah durasi karakter ini juga akan semakin berkembang. 


Teringat sebuah adegan di mana Saroo dan Sue yang diperankan oleh Sunny Pawar dan Nicole Kidman di sebuah kamar mandi. Sue sedang menatap Saroo yang sedang membersihkan diri, memperlihatkan bagaimana seseorang merindukan sesuatu di dalam hidupnya. Meski adegannya begitu tenang, Garth Davis mampu mengarahkan Nicole Kidman agar dapat dirasakan oleh penontonnya. Itulah Lion yang berusaha menonjolkan pesan tentang Rumah adalah tempat yang nyaman untuk beristirahat.

Setiap karakter di dalam film Lion memiliki representasi atas pesan yang berusaha ditampilkan oleh Garth Davis. Di durasinya selama 118 menit, Lion berisikan tentang orang-orang yang sedang rindu akan ‘Rumah’, tempat yang tenang dan sejenak melupakan kehidupan yang berat. Saroo yang merindukan Guddu, Sue yang merindukan kehadiran anak di dalam keluarganya. Gambaran setiap karakter ini mengingatkan penontonnya bahwa Rumah bukan hanya sekedar sebuah bangunan, melainkan memiliki arti yang menenangkan, ketika mengingatnya saja hati sudah terasa tentram.

Penuturan dan pesannya tentang rumah yang tentram dan nyaman diperkuat dengan tata sinematografi oleh Greig Fraser yang lembut dan mendayu. Pas dengan bagaimana alur dan ritme film ini melaju. Belum lagi denting piano yang cantik sebagai scoring yang mengiringi setiap adegan di film ini. Dibuat begitu sederhana oleh Dustin O’Halloran dan Hauschka untuk memperkuat sensitivitas pengarahan dari Garth Davis ini sendiri. 


Maka, inilah Lion yang mengingatkan penontonnya akan rasa rindu akan rumah. Mengingatkan penontonnya akan Rumah yang tak hanya diartikan secara harfiah sebagai sebuah bangunan yang menampung satu keluarga. Tetapi arti Rumah yang menekankan pada tempat istirahat yang nyaman dan tenang. Garth Davis berusaha melekatkan makna itu pada setiap karakter-karakter di Film Lion. Dengan kemasannya yang sederhana dan linear, Garth Davis mampu memberikan emosi yang kaya di setiap adegannya. Mengarungi setiap babak demi babak proses kehidupan Saroo yang berkembang hingga menjadi sebuah individu yang kuat. Dan ketika judul ‘Lion’ muncul sebagai penutup adegannya, maka penonton akhirnya dapat merasakan bahwa inilah Rumah yang dirindukan.