Tampilkan postingan dengan label film indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label film indonesia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 Januari 2023

THE GIFT (2018) REVIEW : Pemandu Perjalanan Memaknai Ulang Pesan
Tentang Cinta

THE GIFT (2018) REVIEW : Pemandu Perjalanan Memaknai Ulang Pesan Tentang Cinta


Setelah sibuk mengurusi proyek mega besar, Hanung Bramantyo secara tak disangka hadir menawarkan sesuatu yang baru tahun ini. Proyek film terbarunya ini digadang menjadi sebuah proyek yang personal baginya. Lewat film terbaru inilah, Hanung Bramantyo memberikan klaim bahwa ini adalah salah satu karyanya di mana dirinya bisa menjadi dirinya sendiri dan bebas. Lantas, dengan trailer saja, tentu calon penonton tahu bahwa film ini akan sedikit berbeda

The Gift, proyek film dari Hanung Bramantyo ini dibintangi oleh tiga deretan artis yang sudah memiliki rekam jejak yang baik. Mulai dari Dion Wiyoko, Ayushita Nugraha, Reza Rahadian, hingga Christine Hakim mau memberikan kontribusinya terhadap karya terbaru film Hanung Bramantyo ini. Meski baru saja dirilis di bulan Mei ini, The Gift telah memiliki kesempatan untuk dinikmati penontonnya lewat sebuah film festival di kota Yogyakarta.

Hanung Bramantyo yang biasa mengusung sebuah ide yang besar dalam film-filmnya, tentu sangat penasaran dengan The Gift dalam presentasinya. Terlebih, lewat trailer pun penonton bisa tahu bahwa Hanung Bramantyo memiliki pendekatannya yang berbeda dibanding dengan karya-karya sebelumnya. Pendekatannya yang berbeda inilah yang ternyata menjadi amunisi senjata di dalam filmnya. The Gift tentu menjadi sebuah sajian yang segar di antara film-film Hanung sebelumnya.


Hanung Bramantyo benar-benar memperhatikan betul komposisi di dalam film The Gift ini sehingga bisa menjadi sebuah sajian yang sangat pas. Tak perlu dialog dan performa aktor-aktrisnya yang meluap-luap, tetapi The Gift sangat mampu untuk mengajak penontonnya merasakan perjalanan memaknai ulang apa itu cinta dan kasih sayang dengan pion-pion karakternya yang juga sedang kehilangan kepercayaan terhadap makna cinta yang sesungguhnya.

Inilah The Gift, medium di mana Hanung Bramantyo berani untuk bereksplorasi lebih tentang sensitivitasnya dalam mengarahkan sebuah film. Lewat film inilah, Hanung Bramantyo membuktikan bahwa dirinya tak hanya bisa mengarahkan sebuah film dengan ide yang besar. Semua komposisi pengarahan dari Hanung Bramantyo di dalam film The Gift ini adalah perkara rasa. Lantas, hal ini akan berkorelasi secara signifikan dengan karakter-karakter yang ada di dalam film The Gift ini.



The Gift mengajak menyelami bagaimana Tiana (Ayushita Nugraha), seorang novelis yang ingin sekali lagi berkarya di dalam hidupnya. Dalam caranya untuk berkarya, Tiana berusaha mengeksplorasi dirinya ke tempat-tempat baru dalam hidupnya dan tibalah dia di sebuah kota usang yang dipermak ulang yaitu Yogyakarta. Tinggal di sebuah lingkungan yang cukup kecil, Tiana bertemu dengan laki-laki misterius bernama Harun (Reza Rahadian).

Perkenalan awal mereka tak berjalan dengan baik, hingga akhirnya Harun berusaha mengajaknya sarapan untuk mengenal lebih jauh siapa Tiana. Harun adalah seorang pemuda tuna netra yang masih harus menjaga sikapnya yang tempramental. Tetapi, tak berlangsung begitu lama, Tiana merasa memiliki koneksi yang kuat dengan Harun. Hingga akhirnya, seseorang dari masa lalu Tiana bernama Arie (Dion Wiyoko) datang kepadanya dan berusaha memenangkan hati Tiana.


Dengan perjalanan cerita tersebut, The Gift memang masih menyadur konflik cinta segitiga yang usang. Hanya saja, The Gift tak akan semudah itu berhenti di formulanya yang usang. Naskahnya tak berhenti memposisikan film ini sebagai drama cinta saja, tetapi juga ada usaha untuk mendalami kata ‘cinta’ sehingga memiliki makna yang jauh lebih luas. Caranya adalah dengan menggali lebih lagi perkembangan setiap karakternya sehingga pesan yang disampaikan bisa lebih tepat sasaran.

Dengan durasinya yang mencapai 118 menit, penonton disuguhi perjalanan karakter Tiana, Harun, dan Arie yang sama-sama memiliki problematikanya memaknai kata cinta. Penuturan Hanung Bramantyo kali ini lebih berusaha mendekatkan ketiga karakternya kepada penonton. Sehingga, setiap karakternya punya ruang untuk berkembang dan dekat kepada penontonnya. Pada akhirnya, simpati penonton adalah hal yang sangat diharapkan dari film The Gift agar bisa mendapatkan efek yang kuat di narasi akhirnya nanti.


Hanung juga dengan rapi menutupi narasi akhirnya yang sengaja disimpan. Sehingga, ketika narasi akhir tersebut berhasil disampaikan, penonton bisa merasakan perasaan getir yang sangat kuat. Setiap menitnya memiliki cita rasa romantis yang muncul sangat sederhana tetapi begitu personal dan punya kekuatannya untuk bisa merasuk ke dalam hati penontonnya. Hal inilah yang membuat The Gift menjadi sebuah persembahan yang berbeda dibandingkan dengan film-film Hanung sebelumnya.

Lewat The Gift, Hanung Bramantyo terasa benar untuk membebaskan dirinya. Bertutur dengan lebih jujur dan berusaha menawarkan sesuatu yang lebih hangat kepada penontonnya. Hal ini diperkuat lewat bagaimana Hanung berusaha menguatkan kesan intimasi tersebut lewat tata gambarnya yang elok. Belum lagi dipercantik dengan warna-warnanya yang menghangatkan mata dan suara musik yang mengalun cantik agar memperkuat sisi manisnya film ini.


Meskipun ada beberapa kebebasan dari Hanung Bramantyo yang akhirnya terbatasi karena masalah durasi. The Gift masih punya cukup banyak amunisi yang membuat dirinya bisa menjadi salah satu karya terbaik dari sutradara satu ini. Belum lagi, nyawa dari film ini sejatinya adalah performa dari ketiga nama utama yang mampu mengajak penonton berinterpretasi ulang atas makna tentang cinta. Ketiganya mampu menjadi sosok karakter yang belum sempurna betul memaknai sebuah kasih sayang yang datang pada dirinya dan The Gift akan menjadi pemandu yang pas untuk memaknai itu.


Kamis, 28 Juni 2018

TARGET (2018) REVIEW : Uji Coba Kedua Raditya Dika di Luar Zona Nyaman

TARGET (2018) REVIEW : Uji Coba Kedua Raditya Dika di Luar Zona Nyaman


Raditya Dika bisa dikategorikan berhasil keluar dari zona nyamannya dalam membuat sebuah film lewat film Hangout. Hal ini terbukti lewat raihan penonton Hangoutyang mencapai 2,7 penonton. Dengan rekam jejak seperti ini, tentu saja Raditya Dika akan dipercaya untuk menangani hal-hal serupa untuk proyek selanjutnya. Bersama dengan Soraya Intercine Films, Raditya Dika membuat sebuah proyek dengan genre film yang hampir sama.

Bukan kali pertama pula Raditya Dika bekerjasama dengan Soraya Intercine Films. Proyek terbarunya berjudul Targetini adalah kerjasama ketiga kalinya setelah Single dan The Guys. Target ini disutradarai dan ditulis juga oleh Raditya Dika dengan bintang-bintang yang bertaburan. Mulai dari Willy Dozan hingga Ria Ricis, Targetmembuktikan bahwa film ini tak dikerjakan dengan sembarangan. Raditya Dika ingin sekali membuat Target mencapai semua kalangan usia sebagai penontonnya.

Dengan konsep yang hampir serupa dengan Hangout, penonton mungkin akan merasa skeptis dengan performa Target. Terlebih bagi mereka yang tak begitu menyukai pengarahan Raditya Dika dalam film Hangout. Sayangnya, skeptis penonton mungkin akan berakhir benar terhadap performa Target kali ini. Bagi penonton yang tak terlalu menyukai film Hangout, karya Raditya Dika terbaru ini mungkin harus segera dihindari karena Target tak bisa mengenai target yang ingin dibidik oleh Raditya Dika.


Dengan konsep serupa, ternyata Raditya Dika tak bisa mencoba lagi peruntungannya. Sebagai sebuah film dengan kombinasi genre thriller dan komedi, Target mencapai tujuan dari kedua genre tersebut. Sebagai sebuah film komedi, film ini memiliki amunisi tawa yang sangat minimalis. Hanya senyum kecil di beberapa bagian yang akan menghiasi raut muka penontonnya. Sebagai sebuah film thriller, film ini pun tak bisa menjaga intensitas misterinya dengan baik.

Kesalahan utama dari film Targettentu dari penulisan dan pengarahan yang tak diperhatikan betul oleh Raditya Dika. Sehingga, film Target ini benar-benar terasa sangat terburu-buru untuk tayang di slot film rilis Lebaran untuk memancing jumlah penonton yang cukup besar. Konsep menarik Raditya Dika dalam film Hangout sebenarnya memiliki potensi untuk menjadi sebuah film dengan performa yang solid. Sayangnya, Target tak memenuhi ekspektasi konsepnya yang sudah besar tersebut.


Film Target sendiri menceritakan tentang para artis yang berperan sebagai dirinya sendiri. Mulai dari Raditya Dika, Cinta Laura, Rommy Rafael, Samuel Rizal, Abdur Arsyad, Hifdzi Khoir, Anggika Bolsterli, dan Willy Dozan. Mereka diundang oleh seorang sutradara misterius yang mengirimi mereka sebuah naskah film berjudul Target. Kedelapan artis tersebut memenuhi undangan syuting misterius tersebut di sebuah bangunan kecil yang tersembunyi.

Setelah sampai di tempat dan mengikuti instruksi yang ada di dalamnya, barulah mereka mengetahui apa yang diinginkan oleh sang sutradara misterius tersebut. Mereka ternyata terjebak dalam sebuah permainan yang mengharuskan mereka bertahan hidup. Permainan ini dibuat oleh seorang Game Master dan direkam untuk dijadikan sebuah film. Bagi mereka yang melanggar dan memaksa keluar dari permainan ini akan diganjar oleh hukuman yang setimpal. Oleh karena itu, mereka harus mengikuti setiap permainan hingga selesai.


Konsep yang dimiliki oleh film Targetini sebenarnya sangat menarik untuk diikuti. Punya banyak misteri-misteri yang disebar sehingga penonton akan berpotensi memiliki rasa penasaran hingga akhir film. Target memang berbeda dengan Hangout, bahkan Raditya Dika memiliki kesempatan untuk melantunkan sindiran terhadap film Hangout sendiri. Sarkastik yang dilakukan oleh Raditya Dika ini memang bagus, sayangnya poin menarik film ini hanya ada segelintir saja.

Sisanya, naskah yang ditulis oleh Raditya Dika ini seperti digarap kurang matang. Karakter-karakter di dalam film ini tak memiliki latar belakang cerita yang kuat. Dampaknya, konflik cerita di dalam film Target ini tak bisa tersampaikan dengan baik. Film Target langsung dibuka dan fokus kepada konflik tentang naskah misterius tersebut. Tak ada pengenalan karakter yang berarti lalu film Target sudah sibuk untuk menjelaskan tentang permainan yang dibuat oleh seorang Game Master tersebut.

Raditya Dika seperti terlena dengan bagaimana dirinya mengemas misteri-misteri tersebut dibanding mengenalkan karakter-karakternya. Padahal, di tengah Raditya Dika berusaha untuk menyampaikan misteri tersebut, ada cerita-cerita yang mengusik masa lalu karakternya. Hal ini tentu akan semakin kuat jika Raditya Dika punya tujuan dalam mengembangkan karakternya. Akhirnya, keberadaan setiap karakter di film ini tak memiliki motivasi yang kuat juga akan membuat penontonnya kebingungan.


Meski Raditya Dika terlalu fokus dengan penyebaran misterinya, film Target tak benar-benar diolah dengan pas. Masih ada misteri-misteri yang disampaikan dengan cara yang canggung, sehingga film Target dengan jelas mempertunjukkan lubang-lubang kecil yang menganggu performanya secara keseluruhan. Pengarahan Raditya Dika yang tak sekuat dalam zona nyamannya, inilah yang tak bisa membaurkan karakter dengan konflik-konfliknya. Sehingga, muncul jarak antara keduanya yang membuat film Target tak bisa memiliki performa yang solid.

Beruntungnya, Target masih memiliki warna dan sinematografi yang cocok untuk filmnya. Begitu pula dengan sound editing dan sound mixing filmnya yang dibuat secara detil. Sehingga, film Target masih dapat dikategorikan sebuah film yang layak untuk dinikmati secara kemasan. Meskipun untuk production value dari rumah produksi sekelas Soraya Intercine Films, film Targetbisa dibilang tak seniat biasanya. Tetapi, apa yang ditampilkan cukup bisa mewakili konsep dari filmnya ini sendiri.


Boleh saja bagi Raditya Dika untuk kembali mengeksplor dirinya keluar dari zona nyaman. Tetapi kenyataannya, Raditya Dika belum bisa mengemas konsep genre thriller komedi ini. Targetbisa menjadi bukti bahwa uji coba kedua Raditya Dika di luar genre favoritnya ini ternyata memiliki performa yang semakin menurun dibanding Hangout. Padahal, ada satu adegan romantis di dalam film Target ini akan membuat penggemarnya rindu Raditya Dika menggarap film yang biasa dia buat sebelumnya.

Senin, 11 Desember 2017

POSESIF (2017) REVIEW : Realita Lain dalam Kisah Cinta Remaja

POSESIF (2017) REVIEW : Realita Lain dalam Kisah Cinta Remaja


Film remaja Indonesia di tahun ini mulai memiliki berbagai macam keberagaman mulai dari tema hingga kemasan. Posesif, salah satu film remaja tahun ini yang perlu disoroti bukan dari kontroversialnya saja bisa masuk ke nominasi FFI tahun ini. Perlu digarisbawahi pula bahwa film remaja ini datang dari sutradara yang jejak rekam filmnya memiliki pendekatan non-populer. Sehingga, kedatangan film ini bisa mencuri perhatian penontonnya.

Tentu banyak orang mungkin tak lagi mengerti berbagai macam fenomena tentang kekerasaan dalam hubungan, gangguan kejiwaan, dan lain sebagainya. Film bisa jadi medium lain untuk memberikan pencerahan tentang fenomena-fenomena tertentu agar penontonnya tahu bahwa hal-hal seperti ini itu penting untuk diketahui. Posesif adalah salah satu film yang digunakan sebagai bentuk awareness. Dengan pemikiran terbuka, Posesif akan membuat kalian sadar bahwa kekerasan dalam berhubungan itu ada dan Anda perlu untuk merangkul para korbannya.

Edwin bekerjasama dengan Gina S. Noer dalam produksi naskah film Posesif ini. Dengan begitu, film ini memiliki misi untuk mengemas sebuah pesan tentang awareness mengenai kekerasan ini menjadi kemasan yang bisa dicerna. Mendekatkan problematika berhubungan itu dengan menilik lagi akarnya. Kisah-kisah seperti ini biasanya berawal mula dari kisah-kisah cinta monyet saat remaja. Kisah cinta remaja ini diwakili oleh dua pion utama Yudhis dan Lala, yang diperankan oleh Putri Marino dan Adipati Dolken.


Sehingga, inilah kisah Lala (Putri Marino) seorang atlet lompat indah yang sedang berkarir cemerlang. Dipuja oleh seluruh warga sekolah menengah atas tempatnya menuntut ilmu. Tetapi, Lala tetaplah seorang remaja yang ingin merasakan jatuh cinta. Bertemulah Lala dengan Yudhis (Adipati Dolken) yang ternyata diam-diam mengagumi Lala. Yudhis mencintai Lala dengan sepenuh hati dan jiwanya. Seluruh hidupnya pun didedikasikan untuk Lala.

Yudhis adalah pacar pertama Lala dan dia sangat menikmati setiap waktu bersama Yudhis setiap hari. Begitu pula dengan Yudhis yang benar-benar mencintai Lala hingga tak ada sedikit saja ruang untuk Lala bersama dengan yang lain. Hubungan mereka lambat laun menjadi tak sehat karena Yudhis sangat protektif terhadap Lala berkaitan dengan apapun. Hubungan Lala dan Yudhis penuh dengan naik dan turun, tetapi Lala merasa terjebak dengan Yudhis.


Jika kisah cinta SMA biasanya memiliki penggambaran yang manis di dalam film-film manapun, Edwin mengambil sudut pandang lain yang berbeda. Inilah sebuah realita lain tentang kisah romantis muda-mudi yang mungkin hanya ada dalam porsi yang sedikit, tetapi perlu untuk diketahui oleh semua orang. Edwin berusaha untuk mengemasnya dengan penuturan yang ringan, dapat diakses oleh siapapun, tetapi tak melupakan bagaimana konflik yang ditawarkan di dalam filmnya dalah isu yang perlu untuk diangkat.

Edwin bisa berkompromi dengan rekam jejak filmnya terdahulu bahwa dirinya mampu dan berhasil keluar dari zona nyamannya yang biasa mengemas film dengan penuturan yang non-populer. Tetapi, bukan berarti Posesif menghilangkan keseluruhan jiwa dari Edwin sebagai sutradara. Masih ada beberapa permainan emosi yang lebih subtil di dalam adegannya yang mampu memberikan nyawa lebih dan berakumulasi sehingga menjadi sajian yang sangat emosional.

Meski isunya yang terkesan ambisius dan berbeda, tetapi Posesif hadir dengan caranya yang sederhana. Bermimikri menjadi sesuatu yang ringan, sesekali punya keklisean remaja masa kini untuk mempermanis suasana filmnya yang memiliki dasar sebagai sebuah film drama romantis. Tetapi, juga berani untuk memberikan sebuah sub genre yang terpadu dengan genre utamanya. Dua genre yang dipadukan ini muncul sesuai dengan porsinya.


Edwin punya pengarahan yang kuat, sehingga penonton bisa ikut merasa simpati sekaligus gemas dengan kedua karakter utamanya. Naskah dari Gina S. Noer juga berhasil memberikan daya tarik yang lebih dinamis. Menyembunyikan konflik demi konflik hingga menutup filmnya dengan cara yang jauh lebih subtil tentu membutuhkan sebuah ketelitian dalam penulisannya. Meskipun, tak dapat dipungkiri bahwa Posesif memiliki beberapa inkonsistensi yang membuat tensinya berkurang.

Perlu untuk mendapat sorotan penting adalah dua pemain utamanya yang berhasil memperkuat atmosfir manis dan pahitnya kisah cinta Yudhis dan Lala. Putri Marino, seorang aktris pendatang baru ini berhasil mencuri perhatian karena performanya yang luar biasa. Juga, Adipati Dolken yang berhasil naik kelas dengan perannya sebagai Yudhis. Keduanya memiliki ikatan emosional yang kuat sehingga penonton pun bisa ikut relevan dengan setiap konflik keduanya meskipun konflik mereka jauh dari referensi penontonnya.



Maka, Posesif sebagai sebuah film punya misi khusus tentang sebuah pengenalan bagaimana orang-orang gangguan psikologis dan kekerasan dalam berhubungan itu nyata adanya. Bahkan, hal-hal itu kadang tertutupi dengan beberapa kejadian-kejadian yang sangat lumrah terjadi di sekitar kita seperti Yudhis dan Lala yang sedang asyik menjalin cinta mereka. Edwin berusaha menjadikan Posesif untuk sebuah medium agar semua orang tahu atas isu ini. Bagaimana caranya untuk menolong korban dalam kekerasan dan menyuruhnya untuk lari jika tak ada cara untuk mengenalkannya dengan cara universal. Ya, Posesif adalah alternatif cara di era sekarang. 

Selasa, 06 Desember 2016

DAFTAR NOMINASI PIALA MAYA 2016

DAFTAR NOMINASI PIALA MAYA 2016


Deretan peraih nominasi Piala Maya 2016 baru saja diumumkan di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada Rabu (30/11) siang. Turut hadir memeriahkan acara pengumuman nominasi antara lain Acha Septriasa, Morgan Oey, Niniek L Karim, Marcella Zalianty, serta Nazyra C. Noer. Film arahan Riri Riza, Athirah, memimpin raihan nominasi dengan total sebanyak 13 kategori dari keseluruhan lebih dari 30 kategori yang dikompetisikan oleh Piala Maya tahun ini. Beberapa kategori utama yang menempatkan Athirah di jajaran nominasi antara lain Film Terpilih, Sutradara Terpilih, Skenario Adaptasi Terpilih, Aktris Utama Terpilih, serta Aktor Pendukung Terpilih.

Menguntit ketat di belakangnya yakni Surat Dari Praha (11 nominasi), A Copy of My Mind (9 nominasi), serta tiga film yang sama-sama mengumpulkan 7 nominasi, yakni Ada Apa Dengan Cinta? 2Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1, dan Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. Kelima film tersebut kesemuanya diunggulkan dalam kategori Film Terpilih. Melengkapi konfigurasi dari kategori Film Terpilih adalah My Stupid Boss (6 nominasi) dan Sunya (2 nominasi). Sedikitnya 183 anggota komite yang terbagi atas komite umum, komite profesi, serta komite kehormatan dari berbagai profesi akan menentukan para pemenang Piala Maya 2016 yang akan diumumkan dalam malam penganugerahan pada 18 Desember mendatang bertempat di Grand Kemang, Jakarta Selatan.

Film Terpilih
  • A Copy of My Mind
  • Ada Apa Dengan Cinta? 2
  • Aisyah Biarkan Kami Bersaudara
  • Athirah
  • My Stupid Boss
  • Sunya
  • Surat Dari Praha
  • Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1
Sutradara Terpilih
  • Angga Dwimas Sasongko (Surat Dari Praha)
  • Hari Suhariyadi (Sunya)
  • Herwin Novianto (Aisyah Biarkan Kami Bersaudara)
  • Joko Anwar (A Copy of My Mind)
  • Riri Riza (Athirah)
Aktor Utama Terpilih
  • Abimana Aryasatya (Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1)
  • Chicco Jerikho (A Copy of My Mind)
  • Reza Rahadian (My Stupid Boss)
  • Tyo Pakusadewo (Surat Dari Praha)
  • Vino G. Bastian (Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1)
Aktris Utama Terpilih
  • Bunga Citra Lestari (My Stupid Boss)
  • Christine Hakim (Ibu Maafkan Aku)
  • Cut Mini (Athirah)
  • Laudya Cynthia Bella (Aisyah Biarkan Kami Bersaudara)
  • Sha Ine Febriyanti (Nay)
Aktor Pendukung Terpilih
  • Adi Kurdi (Catatan Dodol Calon Dokter)
  • Arie Kriting (Aisyah Biarkan Kami Bersaudara)
  • Chew Kinwah (My Stupid Boss)
  • Christoffer Nelwan (Athirah)
  • Deva Mahenra (Sabtu Bersama Bapak)
Aktris Pendukung Terpilih
  • Acha Septriasa (Shy Shy Cat)
  • Adinia Wirasti (Ada Apa Dengan Cinta? 2)
  • Chelsea Islan (3 Srikandi)
  • Titiek Puspa (Ini Kisah Tiga Dara)
  • Widyawati Sophiaan (Surat Dari Praha)
Aktor Pendatang Baru Terpilih
  • Arman Dewarti (Athirah)
  • Bisma Karisma (Juara)
  • Hery “Omo Kucrut” Purnomo (Gila Jiwa)
  • Kevin Anggara (Ngenest)
  • Richard Kyle (Ini Kisah Tiga Dara)
Aktris Pendatang Baru Terpilih
  • Annisa Rawles (Single)
  • Hany Valery (Jingga)
  • Lala Karmela (Ngenest)
  • Sheryl Sheinafia (Koala Kumal)
  • Tatyana Akman (Ini Kisah Tiga Dara)
Aktor/Aktris Muda Terpilih
  • Ajil Ditto (The Fabulous Udin)
  • Caitlin Halderman (Ada Cinta di SMA)
  • Dionisius Rivaldo Moruk (Aisyah Biarkan Kami Bersaudara)
  • Jefan Nathanio (Aku Ingin Ibu Pulang)
  • Sinyo (Wonderful Life)
Penampilan Singkat nan Berkesan (Piala Arifin C. Noer)
  • Adipati Dolken (Koala Kumal)
  • Ence Bagus (Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1)
  • Jennifer Arnelita (Sabtu Bersama Bapak)
  • Nova Eliza (Aach... Aku Jatuh Cinta)
  • Tora Sudiro (Ada Cinta di SMA)
Skenario Asli Terpilih
  • 3 Srikandi (Swastika Nohara, Iman Brotoseno)
  • A Copy of My Mind (Joko Anwar)
  • Aisyah Biarkan Kami Bersaudara (Jujur Prananto)
  • Surat Dari Praha (M. Irfan Ramli)
  • Talak 3 (Bagus Bramanti, Wahana Penulis)
Skenario Adaptasi Terpilih
  • Ada Apa Dengan Cinta? 2 (Mira Lesmana, Prima Rusdi)
  • Athirah (Salman Aristo, Riri Riza)
  • Catatan Dodol Calon Dokter (Ardiansyah Solaiman, Chadijah Siregar)
  • My Stupid Boss (Upi)
  • Ngenest (Ernest Prakasa)
Tata Kamera Terpilih
  • A Copy of My Mind (Ical Tanjung)
  • Ada Apa Dengan Cinta? 2 (Yadi Sugandi)
  • Athirah (Yadi Sugandi)
  • Rudy Habibie (Ipung Rachmat Syaiful)
  • Surat Dari Praha (Ivan Anwal Pane)
Tata Artistik Terpilih
  • 3 Srikandi (Frans XR Paat)
  • A Copy of My Mind (Windu Arifin)
  • Aach... Aku Jatuh Cinta (Allan Sebastian)
  • Athirah (Eros Eflin)
  • Surat Dari Praha (Chupy Kaisuku)
Tata Musik Terpilih
  • Ada Apa Dengan Cinta? 2 (Melly Goeslaw, Anto Hoed)
  • Athirah (Juang Manyala)
  • Rudy Habibie (Tya Subiakto, Krisna Purna)
  • Sabtu Bersama Bapak (Andhika Triyadi)
  • Surat Dari Praha (Thoersi Argeswara)
Penyuntingan Gambar Terpilih
  • A Copy of My Mind (Arifin Cuunk)
  • Ada Apa Dengan Cinta? 2 (W. Ichwandiardono)
  • Aisyah Biarkan Kami Bersaudara (Wawan I. Wibowo)
  • Pantja Sila: Cita-cita dan Realita (Aline Jusria)
  • Surat Dari Praha (Ahsan Andrian)
Tata Suara Terpilih
  • A Copy of My Mind (Khikmawan Santosa)
  • Bangkit! (Khikmawan Santosa)
  • Comic 8: Casino Kings Part 2 (Khikmawan Santosa)
  • Rudy Habibie (Khikmawan Santosa, Satrio Budiono)
  • Surat Dari Praha (Satrio Budiono)
Tata Efek Khusus Terpilih
  • 3 Srikandi (Rivai)
  • Bangkit! (Raiyan Laksamana)
  • Juara (Enspire Studio)
  • The Doll
  • Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 (Epics FX Studios)
Tata Kostum Terpilih
  • Aach... Aku Jatuh Cinta (Retno Ratih Damayanti)
  • Athirah (Chitra Subyakto)
  • Negeri Van Oranje (Quartini Sari)
  • Rudy Habibie (Retno Ratih Damayanti)
  • Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 (Adlie Harra, Upay)
Tata Rias Wajah dan Rambut Terpilih
  • 3 Srikandi (Ebah Syebah)
  • Athirah (Jerry Octavianus)
  • My Stupid Boss (Ebah Syebah, Adi Wahono)
  • Rudy Habibie (Darto Unge)
  • Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 (Adi Wahono, Tomo)
Desain Poster Terpilih
  • A Copy of My Mind
  • Athirah
  • Comic 8: Casino Kings Part 2
  • Nay
  • Winter in Tokyo
Lagu Tema Terpilih
  • 3 Srikandi (“Tundukkan Dunia”)
  • Ada Apa Dengan Cinta? 2 (“Ratusan Purnama")
  • Athirah (“Ruang Bahagia”)
  • Single (“Sementara Sendiri”)
  • Surat Dari Praha (“Nyali Terakhir”)
Debut Sutradara Berbakat (Piala Iqbal Rais)
  • Agus Makkie (Wonderful Life)
  • Ernest Prakasa (Ngenest)
  • Ginanti Rona Tembang Asri (Midnight Show)
  • Harvan Agustriansyah (Pangreh)
  • Iman Brotoseno (3 Srikandi)
Koleksi DVD Terpilih
  • Ada Apa Dengan Cinta? Remastered
  • Ada Apa Dengan Cinta? 2 Box Set
  • Kapan Kawin?
Kritik Film Terpilih
  • Aef Anas (Ngenest: Penerimaan Rasial)
  • Catra Wardhana (Ulasan Ada Cinta di SMA)
  • Paskalis Damar (A Copy of My Mind: A Copy of Joko Anwar’s Mind)
  • Rachmat Hidayat Mustamin (Review Uang Panai)
  • Rasyid Harry (Athirah: Kekuatan Di Balik Kelembutan)
Film Pendek Terpilih
  • Amelis
  • Bunga dan Tembok
  • Kitorang Basudara
  • Manuk
  • Memoria
  • Nomophobia
  • On the Origin of Fear
  • Pangreh
Film Dokumenter Pendek Terpilih
  • Bibi Siti Switi
  • J(m)ujur
  • Mama Amamapare
  • Mata Elang
  • Teater Tanpa Kata: Sena Didi Mime
Film Dokumenter Panjang Terpilih
  • Indonesia Kirana
  • Pantja-Sila: Cita-cita dan Realita
  • Sihung
Film Animasi Terpilih
  • Ang
  • #KamiTidakTakut
  • Surat Untuk Jakarta
  • Lakuna
  • The Chosen Generation
Videoklip Musik Terpilih
  • Cinta (Gamaliel Audrey Cantika)
  • Kali Kedua (Raisa)
  • Mendekat Melihat Mendengar (MALIQ & D’Essentials)
  • Ruang Bahagia (Endah n Rhesa)
  • Ruang Sendiri (Tulus)