Tampilkan postingan dengan label Owen Wilson. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Owen Wilson. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Desember 2017

WONDER (2017) REVIEW : A Message to Choose Kind.

WONDER (2017) REVIEW : A Message to Choose Kind.


Stephen Chbosky kembali hadir menyapa penontonnya setelah memberikan sebuah directorial debut yang menjanjikan lewat The Perks of Being Wallflower yang diadaptasi dari buku yang ditulisnya sendiri dengan judul yang sama. Kali ini, Stephen Chbosky Ingin membuktikan bahwa dirinya adalah sutradara yang mumpuni dengan karya yang berbeda. Tetapi, Stephen Chbosky tetap mencoba peruntungannya dalam adaptasi sebuah buku laris manis di Amerika.

Buku yang diadaptasinya ini adalah tulisan dari R.J. Palacio dengan judul Wonder. Bukunya sendiri sudah memiliki penggemar yang luar biasa besar, sehingga film Wonder ini cukup dinantikan oleh banyak orang. Dengan rekam jejaknya yang cukup menjanjikan, Stephen Chbosky menghadirkan sebuah adaptasi drama keluarga dalam Wonder dengan pemain yang tak kalah luar biasa. Wonderdihiasi dengan pemain-pemain yang luar biasa mulai dari Jacob Tremblay, Owen Wilson, dan Julia Roberts.

Banyak yang cukup menantikan film Wonderini dikarenakan oleh dua hal. Pertama, Wonderadalah sebuah buku bestseller yang perlu untuk diadaptasi. Kedua adalah apakah Stephen Chbosky akan berhasil membuktikan bahwa dirinya adalah sutradara yang bisa menjaga konsistensi karya-karyanya. Maka, bagi orang yang mengkhawatirkan kedua poin tersebut bisa bernafas lega. Wonder adalah sebuah karya adaptasi yang sangat hangat dan juga haru untuk para penontonnya


Menceritakan tentang Auggie Pullman (Jacob Tremblay) yang memiliki keterbatasan dalam fisiknya yaitu pada bagian wajahnya. Sehingga, Auggie perlu untuk berada di dalam pengawasan orang tua selama beberapa tahun dia hidup. Hingga suatu ketika, Nate (Owen Wilson) dan Isabel (Julia Roberts), sebagai orang tua memutuskan untuk memasukkan Auggie ke sekolah dasar umum untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Kehidupan Auggie di sekolah memang tak mulus, apalagi dia harus berhadapan dengan banyak temannya yang menganggap dirinya aneh dengan keterbatasan fisiknya. Perjuangan Auggie selama sekolah ini mengubah perilakunya saat di rumah. Sehingga membuat kedua orang tua dan kakaknya, Via (Izabela Vidovic) berusaha untuk mengembalikan semangat Auggie. Meskipun, setiap anggota keluarga Pullman sebenarnya memiliki kisah dan keluh kesahnya masing-masing. 


Wonder memang tak memiliki sebuah konflik yang rumit seperti The Perks of Being Wallflower. Film ini hanya sebuah catatan kisah setiap karakternya yang berusaha menghadapi kehidupannya masing-masing. Mulai dari sang tokoh utama Auggie, hingga tokoh-tokoh lainnya yang berada dalam lingkaran kehidupan milik Auggie. Tanpa begitu kuatnya pengarahan dari Stephen Chbosky, kesederhanaan di dalam kisah milik Wonder tak bisa tampil kuat untuk penontonnya.

Stephen Chbosky mempunyai kemagisannya memunculkan sebuah drama keluarga yang tak terlalu meletup dalam penuturannya tetapi memberikan dampak emosional yang sangat luar biasa besar. Penonton bisa saja masih meraba seperti apa konflik utama dari film Wonderyang ternyata menjadi kekuatan dalam filmnya. Stephen Chbosky mengajarkan penontonnya untuk tak memilih siapa yang lebih berat menanggung masalah, tetapi untuk merangkul semua yang memiliki masalah bahwa masalah sekecil apapun itu penting dan perlu untuk diselesaikan.

Oleh karena itu, ada banyak sudut pandang dalam film ini yang menjadi esensi utama dari bukunya. Memperlihatkan bagaimana setiap karakternya yang memiliki alasan-alasan dalam menentukan perilaku dalam hidupnya. Sehingga, skenario yang diadaptasi oleh Stephen Chbosky beserta dua rekannya, Steve Conrad dan Jack Thorne, ini berhasil mengangkat apa yang perlu untuk diceritakan di dalam filmnya tanpa mengurangi kekuatan asli dalam bukunya. 


Sehingga, Stephen Chbosky yang ikut menuliskan skenarionya memiliki keunggulan untuk memahami keseluruhan film yang diarahkannya. Hal ini berdampak kepada bagaimana performa dari Wondersebagai sebuah film dengan durasi 115 menit. Setiap adegan-adegan pentingnya berhasil dibangun dengan intensitas emosi yang sangat baik, sehingga tanpa perlu menggebu-gebu penonton bisa merasakan rasa emosional yang sangat luar biasa besar saat menonton film ini.

Bahkan, beberapa adegan penting dan emosional dalam film ini hadir tanpa alunan musik sama sekali. Alunan musik biasanya digunakan untuk menekankan adegan-adegan emosional dan bisa jadi sebagai alat manipulasi emosi penonton. Tetapi, Wonder memiliki musik yang sederhana tetapi bisa menghadirkan kehangatan di hati penontonnya dengan sangat luar biasa. Sekaligus, dengan ini membuktikan bahwa Stephen Chbosky adalah sutradara yang memiliki sensitivitas yang sangat hebat. 


Wonder bisa memberikan banyak sekali pesan moral tentang kebaikan dan menjadi kebaikan adalah pilihan hidup dalam kondisi apapun dengan cara yang tak sembarangan. Tanpa adanya sensitivitas dalam pengarahan milik Stephen Chbosky, Wonder akan bisa menjadi sebuah film yang akan tampil sangat menggurui dengan pesan kebaikan yang sangat harfiah. Tetapi, Stephen Chbosky berusaha untuk menyelipkan pesan-pesan itu dengan cara yang lebih implisit. Dengan begitu, pesan besar untuk berbuat kebaikan dalam film ini akan berdampak jauh lebih besar kepada penontonnya.

Segala usaha pengarahan yang sangat detil oleh Stephen Chbosky ini pun diperkuat dengan berbagai performa pemainnya yang sangat luar biasa. Jacob Tremblay, dibalik make-up prostetiknya masih dapat bermain dengan sangat emosional dan memberikan ikatan emosi yang sangat baik dengan semua lawan mainnya. Julia Roberts, Owen Wilson, dan Izabela Vidovic berhasil meyakinkan penontonnya bahwa mereka memang memiliki ikatan darah satu sama lain. Mereka adalah keluarga Pullman yang bahagia hidup di dalam konflik-konflik internal yang ternyata saling menguatkan. 


Dan pada akhirnya, di penghujung film Wonder ini penonton akan memberikan senyum haru terbaiknya. Mengikhlaskan setiap tetes airmatanya untuk ikut terenyuh dengan segala jatuh bangun kehidupan Auggie saat menjalani kehidupannya sebagai anak-anak pada umumnya. Serta, memberikan perasaan hangat dalam hati penontonnya yang sedang terinjeksi pesan ajakan untuk memprioritaskan kebaikan dalam sebuah film yang sangat luar biasa indah. Wonder is really a wonder

Rabu, 30 Agustus 2017

CARS 3 (2017) REVIEW : Comeback Stories tentang Harapan

CARS 3 (2017) REVIEW : Comeback Stories tentang Harapan


Cars, sebuah franchise film animasi milik Pixar Animation Studios ini menjadi sebuah franchise yang dikhawatirkan bagi penonton maupun fans. Hal ini dikarenakan filmnya yang pertama tak terlalu memberikan impresi yang berlebih dibandingkan dengan karya-karya milik Pixar lainnya. Tetapi, hal itu tidak diindahkan oleh para petinggi Pixar karena hasil penjualan merchandise dari film ini ternyata laris manis di pasaran. Oleh karena itu, Pixar tetap mempertahankan sebuah franchise paling lemah di barisan karyanya.

Maka, datanglah Cars 2 yang membuat reputasi dari Pixar Animation Studios ini menurun karena filmnya tak bisa memuaskan para penontonnya, terlebih kepada para kritikus. Hal ini menjadi turning point bagi Pixar untuk kembali membangun reputasinya sebagai sebuah rumah produksi film animasi yang berbeda kepada penontonnya. Cukup mengagetkan ketika Pixar Animation Studios kembali memberikan kesempatan untuk franchise ini.

Setelah John Lasseter yang menangani kedua film dari Lightning McQueen ini, di film ketiga posisi itu berganti ke Brian Fee. Cars 3 ini adalah film debutnya sebagai seorang sutradara, setelah lama Brian Fee berkecimpung sebagai art department di dalam film-film Pixar Animation Studios. Bintang-bintang lama dari franchise ini tentu kembali menyemarakkan Cars 3 seperti Owen Wilson, Bonnie Hunt, dan Larry The Cable Guy. Tetapi juga ada nama-nama baru yang menghidupkan karakter baru di film Cars 3. 


Melihat dari trailer film ketiganya, Pixar Animation Studios terlihat berusaha untuk lebih serius dalam menggarap Cars 3. Setidaknya, franchise ini kembali ke akarnya dengan memberikan sebuah cerita yang lebih personal kepada karakter Lightning McQueen. Maka, hadirlah Cars 3 sebagai cara bagi Pixar Animation Studios untuk memperbaiki kesalahan di franchise-nya. Beruntungnya, itikad baik ini diartikan sangat baik dan diterjemahkan dengan baik dalam Cars 3.

Brian Fee mengubah Cars 3 menjadi sebuah film yang akan mengikat penontonnya. Dengan durasinya yang mencapai 109 menit, Cars 3 berhasil menjadi comeback stories dengan performa yang cukup solid. Cars 3 membicarakan banyak sekali topik tentang sebuah warisan yang tak melulu berurusan dengan harta, tetapi juga tentang mewariskan kepercayaan. Brian Fee melekatkan topik itu kepada karakter Lightning McQueen yang juga sedang mencari jati dirinya yang telah melewati banyak zaman.


Inilah kisah dari Lightning McQueen (Owen Wilson) yang tak lagi menjadi yang tercepat di lintasan balapannya. Kedigdayaannya sebagai pembalap ternyata akan dengan mudah direbut oleh para pendatang baru yang memiliki terobosan-terobosan baru dengan teknologinya. Datanglah Jackson Storm (Armie Hammer) sebagai pembalap baru yang dapat menyaingi Lightning McQueen dan selalu menjadi nomor satu di setiap perlombaan.

Hingga suatu ketika, Lightning McQueen tertimpa sebuah musibah yang menyebabkan dia harus istirahat total dari perlombaan. Di saat dirinya sudah sembuh, Lightning McQueen diangkat lagi menjadi seorang pembalap oleh seseorang yang menjadi sponsornya. Lightning McQueen pun berusaha bangkit lagi dengan latihan yang diarahkan oleh Cruz Ramirez (Cristela Alonzo). Lightning McQueen berusaha beradaptasi dengan teknologi-teknologi baru yang dapat menyokong perlombaannya. 


Paska Cars 2 yang kacau balau, tentu franchise satu ini tidak diharapkan hadir di layar lebar. Tetapi, dengan kemasan yang diramu begitu solid oleh Brian Fee di Cars 3, tentu setidaknya ada sebuah pengampunan dari penonton Pixar kepada franchise ini. Memang tidak ada kisah yang begitu baru yang berusaha ditawarkan oleh Cars 3. Tetapi, ramuannya dalam mengangkat cerita tentang warisan dan comeback stories oleh sosok yang bisa dibilang legendaris ini berhasil membuat penontonnya menikmati 109 menit film ini.

Cars 3 berusaha untuk mengembalikan franchise satu ini pada awal mula kemasannya. Tak berusaha untuk terlalu bersenang-senang, memiliki plot cerita yang lebih utuh, dan menanamkan nilai-nilai yang cukup besar agar bisa dinikmati oleh segala usia. Sehingga, Cars 3 menjadi sebuah film animasi yang juga menjadi sebuah pembelajaran dalam proses pembentukan karakter bagi siapa saja yang menonton film ini. Begitulah yang diinginkan oleh sang pembuat kepada penonton ketika menyaksikan Cars 3 di bioskop. 


Memang, secara cerita Cars 3 memberikan pendekatan yang sedikit lebih dewasa. Tetapi, dengan adanya hal ini pada nantinya menjadi poin menarik oleh para orang tua untuk berdiskusi dengan anaknya. Ada banyak sekali pembelajaran di dalam filmnya tentang membentuk karakter dan memaksimalkan potensi diri dan referensi itu dilekatkan pada karakter Cruz. Inilah yang membuat Cars 3 terasa begitu spesial. Sebuah film keluarga yang tak sekedar lalu lalang sebagai tempat menghabiskan waktu saja tetapi ada pula poin untuk dibicarakan dengan anggota keluarga lainnya.

Tetapi, tentu saja Brian Fee sebagai sutradara perlu mendapat apresiasi. Tanpa arahannya yang sentimentil, Cars 3 tak bisa begitu saja mengeluarkan momen-momen magisnya untuk bisa merebut hati penontonnya. Arahan Brian Fee yang sentimentil ini berhasil memunculkan kehangatan di beberapa adegannya sekaligus emosional. Tetapi, tak melupakan unsur senang-senang yang diselipkan di dalamnya seperti adegan balapan atau pun kelakar-kelakar lucu yang perlu muncul agar bisa dinikmati oleh penonton usia belia. 


Hingga tiba waktunya, Cars 3 membicarakan tentang hubungan orang tua dan generasi penerusnya yang mungkin sesekali dibicarakan secara intim di antara mereka. Pembicaraan tentang sebuah harapan generasi millenium terhadap generasi masa kini untuk melanjutkan pekerjaan-pekerjaannya agar bisa terus beradaptasi dan tak punah. Ya, Cars 3 membicarakan hal tersebut dengan begitu emosional. Membuat penontonnya tersenyum lebar dengan hati yang begitu hangat saat credit title bergulir nantinya. Cars 3 kembali dengan kemasan yang jauh lebih kuat dan menjadi yang terbaik di dalam serinya.