“This will be a game night to remember.”
Bagaimana jadinya saat sebuah malam permainan yang semestinya cuma seru-seruan bersama kawan dekat di ruang tamu malah berujung petaka yang mengancam nyawa? Jelas ini bukan suatu kejadian yang diharapkan terjadi oleh siapapun, meski rasa-rasanya kita sama sekali tidak keberatan melihatnya terjadi di sebuah film layar lebar. Terdengar mengasyikkan, bukan? Premis seputar permainan sederhana yang malah berbalik mengancam keselamatan sang pemain memang tidak lagi baru di perfilman Hollywood – kita telah melihatnya dari Jumanji (1995) yang berbalut fantasi, The Game (1997) yang menjajaki teritori thriller, sampai paling baru The Commuter (2018) – akan tetapi duo sutradara John Francis Daley dan Jonathan Goldstein yang sebelumnya menggarap Vacation (2015) dan menulis naskah untuk Horrible Bosses (2014) memiliki cara agar sajian mereka yang bertajuk Game Night ini tidak terasa basi serta tetap mengasyikkan buat diikuti sekalipun guliran pengisahan yang diajukannya akan membuat kita seketika teringat pada The Game… pada mulanya. Yang lantas mereka lakukan yakni mengemas Game Night sebagai tontonan komedi gila-gilaan tanpa mengenal batas yang di dalamnya dipenuhi twist and turn pada tuturannya serta mengandung seabrek referensi budaya populer pada humornya yang dijamin akan membuat para movienthusiast bersorak gembira saat menontonnya. Dijamin.
Dalam Game Night, kita diperkenalkan kepada sepasang suami istri, Max (Jason Bateman) dan Annie (Rachel McAdams), yang kerap mengajak serta sahabat-sahabat mereka seperti pasangan sejak bangku SMP, Kevin (Lamorne Morris) dan Michelle (Kylie Bunbury), beserta Ryan (Billy Magnussen) yang kerap bergonta-ganti pasangan, untuk mengikuti malam permainan. Yang mereka mainkan sebetulnya simpel saja seperti monopoli, jenga, pictionary, charade, sampai Trivial Pursuit. Tidak ada yang benar-benar istimewa disini sampai kemudian saudara Max yang keren, Brooks (Kyle Chandler), ikut meramaikan malam permainan. Brooks mengundang ‘kelompok bermain’ ini untuk datang ke villa miliknya dan merubah peta permainan dengan menyewa penyedia jasa permainan peran demi memberi kesan riil. Nantinya, salah satu dari mereka akan ‘diculik’ oleh sekelompok penjahat sementara anggota yang tersisa berlomba-lomba mencari petunjuk yang dapat membebaskan kawan mereka tersebut. Yang tidak Max beserta konco-konco sadari, saat dua laki-laki bertopeng hitam tiba-tiba mendobrak masuk ke villa milik Brooks lalu bergumul dengan Brooks dan kemudian menculiknya, permainan belum sepenuhnya dimulai. Keenam personil – termasuk teman kencan Ryan, Sarah (Sharon Horgan) – baru menyadari ada sesuatu yang salah pasca petunjuk demi petunjuk telah terurai dan mereka mendapatkan telepon yang meminta mereka menyerahkan sebuah benda sebelum tengah malam yang nantinya akan ditukar dengan nyawa Brooks.
Terhitung sedari diculiknya Brooks sang tuan rumah, Game Night mengalami eskalasi baik dari sisi humor maupun laga. Dan ini sebuah kabar yang sangat bagus! Betapa tidak, sebelum kita mendapati apa permasalahan utama yang disodorkan oleh film, kelucuan sejatinya telah bertebaran dimana-mana. Mayoritas bersumber dari malam permainan yang diadakan oleh Max dan Annie. Ada seabrek referensi ke budaya popular terutama film yang akan membuat para pecandu film bersorak-sorak bergembira atau malah justru tertawa tergelak-gelak. Disamping kelucuan, Game Night turut menyematkan elemen misteri di awal mula yang ditandai oleh keberadaan polisi creepy yang tinggal di seberang rumah Max, Gary (Jesse Plemons). Sosok Gary begitu mencuri perhatian dalam setiap kemunculannya karena kemisteriusannya. Jangankan penonton, para personil malam permainan pun tidak bisa benar-benar yakin apa yang dapat dilakukan oleh Gary. Betulkah dia masih waras? Atau dia memiliki gangguan kejiwaan yang dapat melukai orang lain usai ditinggal pergi sang istri? Plemons memainkan perannya dengan baik; menunjukkan seringai dan tatapan menyeramkan, tapi masih memiliki sentuhan komikal. Duo Jason Bateman dan Rachel McAdams juga bermain kompak sebagai pasangan suami istri yang kompetitif, begitu pula dengan Billy Magnussen yang kebodohannya bikin gregetan dan duo Lamorne Morri beserta Kylie Bunbury yang kehadirannya mulai memberikan impak setelah karakter yang mereka mainkan dihadapkan pada permainan “guess who?”.
Ini terjadi di malam penculikan Brooks. John Francis Daley dan Jonathan Goldstein mulai melancarkan ‘serangan’ bertubi-tubi kepada penonton dalam bentuk humor-humor segar yang terkadang menjajaki ranah slapstick tapi sebagian besar diantaranya tepat sasaran sehingga kita pun tidak keberatan sama sekali toh kita dapat dibuat tertawa hebat olehnya, sejumlah sekuens laga mendebarkan yang salah satu paling membekas di ingatan tatkala para personil malam permainan saling melempar ‘telur’ bak tengah bermain football yang dikemas dalam satu sekuens panjang tanpa putus, serta jalinan pengisahan mengikat yang akan membuatmu senantiasa menerka-nerka kemana muaranya terutama karena di dalamnya penuh dengan kelokan-kelokan tak terduga. Ditengah segala canda tawa, Daley dan Goldstein juga tidak lupa menyelipkan sejumput ‘hati’ ke dalam penceritaan yang berceloteh soal persaingan antar saudara, keengganan untuk tumbuh dewasa, hingga kepercayaan dalam pernikahan. Takarannya berada di level cukup, jadi tak mengganggu laju film yang bergegas cenderung ngebut dan nada film yang gila-gilaan. Si pembuat film mengupayakan agar Game Night yang mereka selenggarakan betul-betul meninggalkan kesan mendalam di hati para pesertanya (baca: penonton), dan itu berhasil. Game Night mampu memberikan banyak sekali kesenangan sepanjang durasi mengalun sampai-sampai membuat saya lemas begitu film berakhir lantaran berulang kali tertawa heboh. Pecah!
Note : Game Night memiliki dua adegan tambahan. Pertama, mengiringi bergulirnya end credit. Dan kedua, terletak di penghujung end credit. Jadi jangan terburu-buru beranjak dari kursi bioskop.
Outstanding (4/5)
REVIEW : GAME NIGHT
4/
5
By
Mimin