Senin, 30 Oktober 2017

Thor: Ragnarok (2017) (4/5)



What are you, the god of hammers?

RottenTomatoes: 96% | IMDb: 8,3/10 | Metascore: 73/100 | NikenBicaraFilm: 4/5

Genre: Action & Adventure, Fantasy, Drama, Comedy
Rated: PG-13

Directed by Taika Waititi ; Produced by Kevin Feige ; Screenplay by Eric Pearson, Craig Kyle, Christopher Yost ; Based on Thor by Stan Lee, Larry Lieber, Jack Kirby ; Starring Chris Hemsworth, Tom Hiddleston, Cate Blanchett, Idris Elba, Jeff Goldblum, Tessa Thompson, Karl Urban, Mark Ruffalo, Anthony Hopkins ; Music by Mark Mothersbaugh ; Cinematography Javier Aguirresarobe ; Edited by Joel Negron, Zene Baker ; Production companyMarvel Studios ; Distributed by Walt Disney Studios Motion Pictures ; Release date October 10, 2017 (El Capitan Theatre) November 3, 2017 (United States) ; Running time 130 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $180 million

Story / Cerita / Sinopsis:
Setelah kehilangan palu ajaibnya, Thor (Chris Hemsworth) harus melarikan diri dari Planet Saakar untuk menyelamatkan Asgard dari tangan Hela (Cate Blancett).

Review / Resensi:
Seringkali setiap menulis review artikel tentang film superhero, saya selalu mengawalinya dengan pernyataan kalau saya bukan fans film superhero. Dan emang sih, karena dulu saya belum khatam film-film MCU dan nggak pernah ada niatan buat nonton. Sampai kemudian saya dapet pacar yang kebetulan lumayan comic nerd, dicekokinlah saya dengan cerita-cerita soal komik. Terpengaruh rayuannya (pacaran model apa sih ngomongin komik!), saya pun akhirnya mengkhatamkan MCU. But once again, saya ga menyebut diri saya fans film superhero - karena saya toh ga tertarik-tarik amat untuk ngikutin banget, apalagi sampai baca komiknya. Tapi kalau ditanya saya pilih MCU atau DCEU, ya saya jawab saya milih MCU (Tapi kalau ditanya milih MCU atau X-Men? Saya pilih X-Men soalnya ada Fassbender!). Secara umum, MCU punya pondasi yang lebih kuat dan visioner dalam menjalankan universe-nya dibandingkan DCEU. Yaaahh... mudah-mudahan Justice League yang tayang pertengahan November ini ga ancur ya. Kalo ancur lagi, siap-siap saya bikin artikel full of nyinyir ~

Di antara sekian banyak film-film MCU, series Thor yang merupakan salah satu pilar Avengers justru paling lemah di antara yang lain. Saya baru namatin Thor 1-2 bulan lalu, tapi saya bahkan sudah lupa-lupa ingat filmnya tentang apa. Secara box office, Thor juga termasuk yang menghasilkan paling sedikit. Saya rasa kesalahan series ini adalah karena narasinya yang terasa sederhana dan kurang solid, serta tone antara dark dan comedy-nya kurang menyatu. Pesona Thor (Chris Hemsworth) pun kalah dengan Loki (Tom Hiddleston) yang tampil lebih mencuri perhatian dan justru menjadi favorit orang-orang. Maka direkrutlah Taika Waititi, yang juga terkenal sebagai sutradara dan komedian (ia ternyata pernah bikin komedi duo bareng Jemaine Clement-nya Flight of the Choncords), untuk membawa arah berbeda bagi film ketiga Thor ini. For me, he nailed it. Thor: Ragnarok adalah film superhero yang fun dan menyenangkan. Ini adalah seri ketiga namun kita berharap ini harusnya menjadi sebuah film awal yang memulai series Thor. Dari jauh hari ketika trailernya dirilis, kita tidak hanya disuguhi pertandingan epik antara Thor versus Hulk, namun sudah terbaca jelas bahwa Thor: Ragnarok ini punya tone yang sangat jauh berbeda dibandingkan film pertama dan keduanya. 

Diangkatnya Taika Waititi di kursi sutradara sudah jelas arahnya: Thor akan lebih fokus ke segi komedi. Thor: Ragnarok membawa formula yang kurang lebih mirip dengan Guardians of The Galaxy, bahkan termasuk tata visual dan artistic style-nya mengingatkan saya dengan film itu. Film Guardians of The Galaxy yang sebelumnya merupakan jagoan tidak terlalu terkenal itu ternyata punya formula yang disukai oleh banyak penonton dan kritikus (termasuk saya!), dan mencetak kesuksesan besar. Langkah beresiko ini sukses melejitkan Guardians of the Galaxy, tapi apakah langkah ini cocok untuk Thor? Entahlah. Sebagian fans garis keras mungkin akan menyuarakan kekecewaannya (walaupun tetap aja nonton), namun kritikus dan audiens jelas menyukainya. Ada satu hal yang perlu diingat: MCU hadir untuk menggaet lebih banyak penonton dan fans. Film-film MCU hadir untuk mempopulerkan comic - yang sebelumnya hanya disukai oleh minoritas - menjadi pop culture generasi baru yang bisa disukai oleh lebih banyak orang.

Saya banyak baca bahwa begitu banyak orang (terutama para fans) yang complain begini: MCU kebanyakan melawak. Spiderman, Ant-Man atau Star-Lord yang melawak masih bisa dimaklumi, tapi Thor? Emh.. saya ga paham ya komik Thor sendiri gimana, tapi saya merasa Thor: Ragnarok ini mewakili pembaharuan baru yang diinginkan pihak studio. Series Thor sendiri sebenarnya menurut saya sifatnya lebih comedic, namun komedinya nanggung banget. Karena itu tampaknya studio ingin membuat konsep baru series Thor lewat Ragnarok yang kira-kira seperti ini, "Sudah skalian aja kita bikin film ketiga Thor ini ringan, kocak, penuh fantasi, dengan style yang artistik yang colorful!". Komedi Thor:Ragnarok bahkan punya porsi lebih banyak daripada Guardians of the Galaxy. Entah apakah kamu tertawa dengan lelucon-leluconnya, namun saya yang tertawa dengan film-film Adam Sandler dan salah satu film komedi favorit saya adalah White Chicks, saya dibuat tertawa lepas nonton ini. Mungkin karena saya masuk gedung bioskop SUDAH TAHU saya bakal nonton film superhero yang ringan dan kocak, dan sesungguhnya lelucon Thor: Ragnarok ini fresh and fun. Kalau ada yang protes bahwa film ini seperti parodi, emang itu tujuannya.
Grandmaster: Here's the deal, god of thunder: if you want to go back to Ass... Ass-wherever you came from...Thor: ASGARD!
(Lihat, bahkan mereka memang ingin menertawakan konsep superhero dewa-dewa ini dengan menertawakan nama negeri asal Thor)

Biarpun Thor adalah anak Dewa, tapi boleh dibilang sebenarnya kelakuannya ga kayak dewa-dewa yang bijak (seperti Superman, misalnya). Thor digambarkan punya sifat pemarah dan keras kepala yang tidak terlalu bisa ditanggapi dengan serius. Ia mungkin Dewa, namun di bumi kelakuannya jelas konyol. Sebagai dewa ia bahkan kalah leadership dari Captain America atau Iron Man (Thor: "I don't hang with the Avengers anymore. It all got too corporate"). Karena itulah tampaknya lewat Thor: Ragnarok ini studio punya visi ingin mencitrakan Thor secara refresh dan berbeda. Thor tidak hanya kehilangan palu dan rambut yang menjadi ciri khasnya selama ini, namun studio juga ingin menonjolkan sisi lain dari Thor. Skalian aja dibuat si Dewa ini tampak konyol dengan selera humor tinggi. Film yang naskahnya dikerjakan bertiga oleh Eric Pearson, Craig Kyle, Christopher Yost ini juga memanfaatkan Chris Hemsworth yang rupanya berbakat sebagai aktor komedi, apalagi setelah perannya sebagai cowok seksi tapi bodoh di reboot Ghostbuster (2016). Ragnarok ini juga berhasil menjadikan Thor sebagai benar-benar bintangnya tanpa tertutupi Loki maupun Hulk, dan menampilkan pemungkas yang baik bagi perjalanan karakter Thor dari si anak yang seenaknya sendiri menjadi anak yang berjuang menyelamatkan Asgard. Biarpun diperankan cowok paling ganteng di Avengers, kenyataannya pesona Thor sejauh ini kalah dibandingkan karakter lain seperti Iron Man, Captain America, atau bahkan Star-Lord. Namun Thor: Ragnarok ini menjadikan Thor menjadi karakter yang kini jadi sama menonjolnya dan lebih likeable.

Tidak hanya selera komedinya yang mirip Guardians of the Galaxy, saya juga merasa atmosfernya senada dengan Guardians of the Galaxy. Saya dulu kesulitan menghubungkan antara Asgard dengan realita bumi dan universe milik Guardians of the Galaxy, namun Thor: Ragnarok ini akhirnya berhasil menampilkan hubungan "universe"-nya dengan universe milik Guardians of the Galaxy (dan Thanos). And oh my God, saya menyukai setiap keseruan yang ada di Planet Sakaar! Planet ini mungkin bukan planet terbaik di alam semesta, tapi setidaknya kotanya yang colorful, penduduknya yang unik, serta kehadiran Grandmaster (Jeff Goldblum) yang jahat tapi kocak ini adalah alasan-alasan yang bikin planet ini menarik. Kita seperti diajak masuk ke perpaduan pabrik coklat Willy Wonka plus film sci-fi 80an versi MCU. Saya juga menyukai desain artistiknya yang sangat vibrant dan candy colored, dengan fashion style retro costume yang artsy, ditambah dukungan scoring music elecronic synthetizer dari Mark Mothersbaugh yang super asyik. Mungkin ini satu-satunya MCU series yang scoring music-nya saya suka (harus diakui, scoring music DCEU sejauh ini lebih juara). Oh, dan jangan lupakan juga The Immigrant Song dari Led Zeppelin yang super keren pada action scene-nya.

Namun memang, cerita Thor: Ragnarok ini sendiri sebenarnya sangat sederhana. Ada musuh, lalu dilawan (ya emang dimana-mana gitu sih). Tapi tho film-film Thor yang lain juga tidak pernah kompleks dan complicated. Biarpun seperti biasa Cate Blancett bermain dengan baik sebagai sang villain, namun tetap saja Hela bukanlah villain yang luar biasa. Salah satu isu terbesar dari film ini adalah bahwa ada banyak momen tragis yang seharusnya bisa ditangisi, namun penonton tidak diajak untuk meresapi momen-momen dramatis itu. Mungkin ini adalah keputusan yang harus diambil mengingat misi Thor: Ragnarok ini memang sebuah film fantasi yang fun - dan tidak seharusnya penonton cemas apakah Asgard akan hancur atau tidak, karena tho kita tidak tinggal di sana. Tapi seharusnya ada momen-momen sedikit mengharukan atau menyedihkan, karena Thor: Ragnarok ini kurang "main perasaan". Bandingkan dengan Guardians of The Galaxy, misalkan... yang walaupun humornya dominan, namun masih ada hal-hal yang menyentuh hati. (*Spoiler* Hancurnya Groot di GotG 1 atau kematian Yondu di GoTG 2 membuat kita bersedih. Tidak seperti kematian Odin dan Skurge atau kehancuran Asgard yang terasa berlalu begitu saja di Thor: Ragnarok ini. *Spoiler ends*).

Overview:
Tidak selamanya film ketiga selalu lebih jelek daripada film pertamanya. Di bawah arahan Taika Waititi, Thor: Ragnarok adalah film terbaik dibandingkan film-film Thor sebelumnya. It's fun, full of humor, and visually stylish. Thor akhirnya mendapatkan panggung terbaik yang menonjolkan dirinya sebagai sang God of Thunder. Biarpun ceritanya sendiri klise dan harusnya ada banyak momen yang butuh "main perasaan", secara keseluruhan Thor:Ragnarok tetaplah tontonan berkelas nan menghibur. 

Thor: Ragnarok (2017) (4/5)
4/ 5
By
Add your comment